Senin, 28 Februari 2011

Segera Hentikan Alih Fungsi Hutan Alam

Jambi- Rencana penghentian sementara (moratorium) hutan pada tahun 2014 jangan menjadi pendorong percepatan proses pengalihfungsian hutan alam untuk kepentingan industri. Proses alih fungsi hutan harus dihentikan dan pemerintah perlu mengevaluasi kondisi hutan yang dikelola pemegang izin hutan tanaman industri.
”Menjelang berlakunya moratorium, pemerintah jangan sampai mempercepat pengalihfungsian hutan untuk kepentingan industri,” kata Rudy Syaf, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, di Jambi, Senin (12/7).
Pemerintah Norwegia telah sepakat mengucurkan dana Rp 9 triliun untuk moratorium hutan alam di Indonesia. Tahap pertama program ini direalisasikan tahun 2010, dilanjutkan moratorium untuk hutan primer pada tahun 2011, dan seluruh hutan alam pada tahun 2014.
Kini diterbitkan izin definitif HTI bagi PT Lestari Asri Jaya pada hutan alam seluas 61.000 hektar di Kabupaten Tebo, Jambi. Izin itu, menurut Rudy, tanpa sepengetahuan sejumlah pemangku kepentingan hutan, khususnya para aktivis lingkungan.
Padahal, pemerintah sebelumnya telah membatalkan pemberian izin bagi PT Forestra Raya pada lokasi yang sama meski perusahaan itu telah memenangi tender izin HTI. Pembatalan izin diduga terkait gencarnya penolakan oleh lima LSM lingkungan, yaitu KKI Warsi, Frankfurt Zoological Society, Zoological Society of London, World Wide Fund, dan Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatera.
Selain PT LAJ, dalam setahun terakhir, ada tiga lokasi hutan alam lainnya juga telah beralih fungsi untuk tanaman industri akasia, pertukangan, dan karet. Izin diberikan kepada PT Mugi Triman seluas 37.500 hektar, PT Malaka Agro Perkasa 24.485 hektar, dan PT Bukit Kausar 33.310 hektar.
Mengingat semakin meluasnya areal HTI di Jambi, menurut Rudy, pemberian izin serupa perlu dihentikan pemerintah. Kini hanya 220.000 hektar hutan alam yang masih tersisa.
Terhadap para pengusaha HTI, pemerintah harus mendorong agar dilakukan pengelolaan hutan lestari. ”Pemerintah perlu mengevaluasi kondisi alam hutan yang diberikan kepada para pengusaha ini. Pada hutan yang alamnya masih sangat baik, perlu dikonservasi, jangan malah ditebangi,” lanjutnya.
Upaya itu, kata Rudy, justru memberi keuntungan bagi perusahaan karena mendapat sertifikat pengelolaan hutan lestari. Produk perusahaan juga akan lebih diminati konsumen dunia.
Sebelumnya, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia Arnold Sitompul menyatakan, hutan produksi yang dialihfungsikan untuk HTI bagi PT LAJ merupakan area jelajah dua kelompok besar gajah, Semambu dan Riau-Jambi. Jika wilayah ini diubah menjadi HTI, dua kelompok gajah itu bakal punah. Total gajah Semambu 117 ekor dan kelompok Riau-Jambi ada 47 ekor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar