Selasa, 22 Februari 2011

PDAM Tirta Batanghari akan Tetap Sakit

MUARA BULIAN,

- Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Batanghari diyakini tahun ini masih akan tetap merugi. Biaya untuk memproduksi air belum bisa ditekan. Selain itu, peralatan dan perlengkapan yang digunakan membutuhkan perawatan besar, karena umurnya yang sudah tua.

Kondisi PDAM Tirta Batanghari ini akan tetap sakit. Semakin banyak air yang dijual semakin banyak pula kerugian yang akan menimpa perusahaan ini,” kata Abubakar Sidik, Direktur PDAM Tirta Batanghari kepada Tribun, Sabtu (12/2). Harga jual per meter kubik, ucapnya, lebih rendah dari biaya produksinya.
Ia menjelaskan, untuk menghasilkan satu meter kubik air, hanya dijual seharga Rp 1.200. Harga itu jauh di bawah biaya produksinya yang mencapai Rp 4.130 per meter kubik. Jadi jangankan untung, untuk sampai pada titik impas saja rasanya masih sulit dengan kondisi sekarang,” bebernya.

Harga produksi air yang tinggi itu diyakininya sesungguhnya masih bisa ditekan. Efisiensiensi biaya dilakukan dengan cara mengganti sumber energi pengolahan air yang selama ini masih menggunakan mesin diesel. Kalau diesel diganti dengan listrik PLN akan jauh lebih hemat,” ucapnya.

Besarnya biaya menggerakkan mesin diesel tak terlepas dari harga solar yang semakin tinggi. Pertamina menjual solar kepada PDAM dengan harga industri. Perusahaan ini disamakan dengan industri swasta, sementara kami menjual air dengan harga sosial sesuai keputusan pemerintah,” jelasnya seraya tersenyum.

Pihaknya sudah punya rencana untuk mengganti diesel dengan listrik PLN, dan anggarannya sudah diusulkan pada saat pembahasan APBD. Namun karena usulan itu belum dianggap pemerintah sebagai sebuah kebutuhan yang mendesak, ia mengatakan usulannya akhirnya tidak disetujui alias dicoret.

PDAM cabang Sungai Baung yang sudah menggunakan listrik PLN telah terbukti mampu membalikkan keadaan.

Pada saat menggunakan diesel mereka rugi, setelah beralih ke listrik akhirnya menjadi untung. Hal ini sebenarnya yang mau kami terapkan untuk semua cabang dan unit,” ungkapnya.
Pipanya Sudah Uzur

Persoalan lain yang disebutnya turut serta membuat biaya operasional bengkak adalah masalah jaringan pipa yang umurnya sudah uzur, yakni sebagian besar dibangun pada tahun 1980-an.

Pipa tua itu sering mengalami kebocoran di berbagai titik dan banyak yang harus diganti. Perbaikan dan penggantian pipa kan juga butuh biaya, dan itu menjadi beban operasional perusahaan,” ucapnya.

Namun untuk tahun ini pihaknya diuntungkan karena adanya kucuran dana dari pemerintah pusat lewat APBN sebesar Rp 2,1 miliar. Peruntukannya untuk optimalisasi jaringan air, termasuk didalamnya rehab terhadap pipa yang rusak atau bocor. Kalau tidak ada bantuan kami akan semakin kesulitan,” katanya.

Disinggung soal upaya pembangunan tower air sistem gravitasi, yakni dengan pembangunan tower di tempat yang tinggi sehingga tak perlu biaya listrik atau solar lagi untuk memompa air ke rumah penduduk, ia mengatakan hal itu sudah pernah direncanakan, namun biayanya dinilai terlalu besar.

Sebenarnya menggunakan tower gravitasi memang akan membuat biaya lebih sedikit. Tapi investasi untuk pendiriannya sangat besar. Waktu perencanaan tahun 1997 saja investasinya diperkirakan Rp 23 miliar. Mungkin untuk kondisi sekarang butuh investasi sampai Rp 100 miliar. Pemda keberatan untuk mengeluarkan biaya sebanyak itu,” sebutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar