TEBINGTINGGI : Puluhan kilometer ke hilir, air Sei Padang menghitam, akibat pembuangan limbah pabrik kelapa sawit Perkebunan Pabatu, PTPN IV, satu bulan belakangan. Kondisi terparah, terjadi satu minggu belakangan, karena pembuangan berlangsung siang malam. Warga Kab. Serdang Bedagai dan kota Tebingtinggi di sekitar aliran sungai resah, bahkan ada yang terjangkit penyakit kulit.
Dari pantauan, Kamis (14/10), aliran sungai yang menghitam mulai terlihat dari titik pembuangan limbah di Dusun VI Kp. Beteng, Desa Kedai Damar, Kec. Tebing Syahbandar. Kemudian seluruh aliran sungai Padang di wilayah Kota Tebingtinggi dan diperkirakan berlanjut hingga ke muara sei Padang di kec. Bandar Khalifah, Sergai. Dari sample air yang diambil sebanyak 1 liter, terlihat air keruh mengandung bubuk hitam berminyak. Sedangkan saat kering, bubuk itu berubah warna jadi putih keruh.
Manda, 24, warga Dusun VI, mengatakan air menghitam itu akibat pembuangan limbah PKS Kebun Pabatu dari parit buangan yang berujung di badan sungai. Kondisi itu, kata warga yang lahir di kampung itu, telah berlangsung satu bulan belakangan. Akibatnya, warga sekitar tidak ada lagi yang menggunakan air sungai. Alasannya, penggunaan air akan berakibat penyakit kulit dalam bentuk gatal-gatal dan kudis. “Kalau kaki kita masuk ke air, kelang sejam terlihat bersisik. Besoknya akan terasa gatal-gatal dan ada bintik merah. Kalau tak diobati bisa jadi kudis,” terang Manda.
Daya rusak limbah itu juga diceritakan warga, diantaranya putusnya kawat pengikat beronjongan sungai. “Mungkin zat asam limbah itu masih tinggi, sampai kawat baja aja berputusan,” ujar warga lain, di Kel. Pabatu.
Kakan Lingkungan Hidup kota Tebingtinggi Ir. Leo Lopulisa H, Haloho, MSi, mengaku kecewa dengan tindakan PKS Pabatu. Dikatakan, secara kasat mata telah terjadi pencemaran berat air sei Padang. “Mereka diperkirakan sengaja membuang limbah dari water treatment mereka, karena berlangsung terus menerus tanpa ada penghentian,” ujar Lopulisa di lokasi parit buangan. Kakan LH, mengatakan telah mengontak rekannya dari Kantor LH Kab. Sergai untuk segera melakukan pemeriksaan. Pahak Kanotr LH mendapat pemberitahuan itu, mengaku telah mengirimkan staf untuk mengambil sample limbah di sei Padang itu. “Kiaat sudah mengirim staf mengambil sample,” kata Kakan LH Kab. Sergai Baharuddin.
Dijelaskan, pembuangan limbah yang disengaja perusahaan, punya konsekwensi pidana. Dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 98 menyebutkan pembuangan limbah yang menimbulkan pencemaran, jika terbukti bisa dikenakan denda materi antara Rp3 milyar hingga Rp10 milyar. Bahkan bisa terkena kurungan antara 3 hingga 5 tahun, kata Leo Lopulisa.
Terkait hal itu, manajemen Perkebuan Pabatu, saat hendak dikonfirmasi, tak ada yang bisa ditemui. Satpam kantor menyatakan petinggi kebun sedang melakukan pertemuan terkait pelaksanaan ISO 14001. Kali kedua wartawan mendatangi, hanya diterima Kerani I yang tidak berani memberikan jawaban. Kerani I hanya mencatat pertanyaan wartawan tanpa sama sekali berani berkomentar. Disebutkan manajer tengah rapat dengan pihak Amdal dari Sumut.
Pencemaran Air Sei Padang Timbulkan Reaksi Masyarakat
TEBING TINGGI : Dugaan pencemaran air Sei Padang yang dilakukan Pabrik Kelapa Sawit Kebun Pabatu PTPN IV, menimbulkan reaksi keras masyarakat di Kota Tebingtinggi dan Kab. Serdang Bedagai. Umumnya, menilai perusahaan perkebunan itu hanya memikirkan keuntungan, tanpa peduli kerusakan lingkungan akibat aktifitas perusahaan.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Padang Usman Effendi Sitorus, Jum’at (15/10), menilai tindakan pembuangan limbah yang dilakukan PKS Kebun Pabatu, merupakan kejahatan lingkungan yang tidak bisa ditolerir. Terhadap manajemen perusahaan itu, sudah harus diterapkan ketentuan pidana UU No.32 Tahun 2009, karena terbukti terus menerus membuang limbah ke sungai Padang. “Kita dorong masyarakat untuk mengadukan manajemen kebun itu ke pihak berwajib,” tegas anggota DPRD Kab. Sergai itu.
Sejumlah warga Kp. Beteng Dsn VI, Desa Bah Damar, Kec. Tebing Syahbandar, Kab. Sergai, menyatakan pembuangan limbah selama ini telah merugikan lingkungan mereka. Beberapa tahun belakangan, kata Kasiran, 65, air sungai sudah tak bisa lagi digunakan untuk minum dan mandi. Sedangkan habitat air seperti ikan dan udang, sejak lama sudah menghilang. “Kalau baunya selalu kami cium tiap ada pembuangan,” ujar Jufri, 50.
Kerugian akibat limbah itu, nyatanya tak ada timbal balik. Kantor administrasi PKS Kebun Pabatu berjarak 300 meter dari dusun itu, tak pernah menunjukkan kepedulian pada warga. “Jangankan bantuan pemodalan, bantuan ala kadar menjelang hari raya saja tak pernah.” Mereka pasrah, tak tahu mengadu pada siapa.
Di Kota Tebingtinggi, tiga anggota Komisi III DPRD yakni Ir. Alensudin Purba, Hendra Gunawan, SE dan Murli Purba, meninjau sejumlah titik aliran sungai Padang, memantau kondisi terkini pasca pencemaran. Terlihat kondisi air sungai kembali normal. Warga yang tinggal di pinggiran sungai, mengatakan kepada anggota Dewan, kondisi air mulai normal sejak pagi. Sedangkan malam sebelumnya, keadaannya masih menghitam.
Ir. Alensudin Purba, meminta Pemko Tebingtinggi menyurati manajemen PKS Kebun Pabatu, atau bila perlu ke Direksi PTPN IV agar menekan hingga titik terendah pencemaran sungai Padang. “Manajemen Kebun pabatu harus tahu air sungai Padang ini sangat diperlukan masyarakat Tebingtinggi,” tegas alumni Fak. Pertanian USU itu. Hendra gunawan, SE, menyontohkan bagaimana puluhan ribu warga kota tergantung dengan pasokan air bersih dari PDAM Tirta Bulian yang airnya bersumber dari sungai Padang. Sedangkan Murli Purba, mendorong warga yang dirugikan akibat limbah PKS untuk mengajukan class action terhadap pihak perkebunan.
Humas PKS Kebun Pabatu Rahmat Suhairi, mengatakan pembuangan limbah itu berasal dari aliran parit yang sudah tidak digunakan lagi. Karena tingginya volume hujan belakangan, air limbah melimpah ke parit dan mengalir ke sungai. Ditambah, saat ini sedang dilakukan pembersihana saluran limbah. Namun, dia mengelak, bahwa parit pembungan yang tak digunakan lagi itu, sebagai saluran kamuflase pabrik yang sewaktu-waktu digunakan untuk pembuangan limbah, jika aktifitas pabrik melebihi beban.
Diakui, hingga kini, PKS Kebun Pabatu belum memiliki Land Aplication sebagai area penampungan limbah pabrik. PKS baru memiliki water treatment yang berfungsi menampung limbah pabrik dan diolah sebagai pupuk kebun pembibitan. “Kita sudah ambil sample limbah bersama tim Amdal Sergai dan dikirim ke Medan untuk mengetahui kadarnya,” ujar Suhairi.
Berdasarkan Kepmen LH No.51/Men LH/10/1995, kadar maksimal Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit, adalah; BOD 250/mg/L, COD 500/mg/L, TSS 300/mg/L, Minyak dan Lemak 30/mg/L, Amonia Total (sbg NH-N) 20/mg/L. Sedangkan limbah maksimum 6 M3/ton produksi.
Belasan Tahun Warga Menderita Pencemaran Tanpa Kompensasi
TEBINGTINGGI : Belasan tahun lamanya warga Kp. Baris, Dusun III, Desa Naga Kesiangan, Kec. Tebing Syahbandar, Kab. Serdang Bedagai, menderita akibat pencemaran dari bak penampungan limbah PKS Kebun Pabatu PTPN IV. Namun, selama itu pula, tak ada kompensasi layak diberikan pada mereka. Hanya saja, karena umumnya warga merupakan pensiunan kebun, mereka mendiamkan saja masalah itu.
Sejumlah warga yang diwawancarai, Minggu (17/10), menyatakan dampak terberat dari bak penampungan limbah sawit, adalah kondisi air bawah tanah yang tak bisa lagi dikonsumsi, meski tingkatnya bervariasi. Bagi perumahan berada antara 10 hingga 30 meter dari bak penampung, total tak lagi menggunakan air bawah tanah, karena terjadi perubahan warna dan bau. “Warnanya macam seng berkarat,” terang warga pensiunan tahun 2003 itu.
Sedangkan pada jarak lebih dari itu, masih bisa dipakai untuk mandi, walau airnya berlendir dan bau. Diperkirakan, lahan warga yang tercemar limbah yang meresap dalam radius 50 meter. Dari 104 kepala keluarga di dusun itu, separuh diantaranya terkena dampak pencemaran.
Pihak perkebunan hanya menggantinya dengan air sungai Padang yang disedot dan dialirkan melalui pipa. Warga mengambil air sungai yang digunakan untuk minum, mandi dan keperluan lainnya. “Mana ada pengolahan, langsung saja air sungai itu dipakai,” ungkap warga, disoal tentang kualitas air. Sebelumnya, warga terpaksa mengambil air minum dari sumur bor di pabrik PKS berjarak 300 meter dari pemukiman. Baru beberapa hari ini, muncul niat baik PKS untuk membuat bak penampungan air bagi warga.
Selain itu, bau menyengat dari limbah sawit bagi warga yang rumahnya berdekatan dengan bak penampungan, sangat mengganggu. “Saya harus beli kapur barus dan minyak pewangi melawan bau limbah,” ujar pria tua yang pensiun 1995 dari pekerja sipil. Waktu terberat bau menyengat limbah sawit ketika shubuh. “Kalau waktu itu, kepala kita pening dibuatnya,” terang pria tua yang mandah ke sana sejak pensiun.
Pun demikian warga tak menampik ada sedikit bantuan kepada sarana sosial seperti masjid, menjelang Ramadhan. “Adalah gula sama kopi dan listrik dikasi kebun. Selain itu tak ada sama sekali,” ujar jemaah masjid di kampung itu.
Beberapa warga juga, mengungkapkan saat ini, limbah sawit di bak penampung PKS Kebun Pabatu seringkali melimpah. Diperkirakan, hal itu terjadi karena produksi PKS yang tinggi, mencapai 40 ton/jam dan beroperasi selama 24 jam tergantung kesediaan TBS. “Kelebihan limbah biasanya mengalir kemana-mana termasuk ke sungai (Padang),” ujar warga.
Pengolahan TBS juga membutuhkan air dalam jumlah besar yang dikumpulkan pada kolam penjernihan. PKS mengambilnya dari air bawah tanah (sumur bor) serta air permukaan sungai Padang. Jumlahnya, bisa mencapai ribuan meter kubik per hari. “Sayangnya mereka yang memanfaatkan, mereka juga yang mencemarinya,” cetus jemaah Masjid Al Ikhlas.
Selain warga Kp. Baris, sebelumnya warga Dusun VI Kp. Beteng, Desa Bah Damar, Ke. Tebing Syahbandar, mengaku menderita akibat limbah sawit PKS Kebun Pabatu yang di buang ke sungai Padang. Mereka juga mengeluh, karena tak ada kompensasi yang diberikan atas kerusakan lingkungan mereka.
Dari pantauan, PKS Kebun Rambutan saat ini tengah menyiapkan bak penampung baru berdampingan dengan bak yang telah ada sebelumnya. Bak penampungan baru itu sebanyak dua unit. Total keseluruhannya jika selesai mencapai 8 unit dengan kedalaman 8 meter dan diperkirakan luas 25 x 50 meter.
20 Tahun, Dana Kontrak Parit Limbah PKS Pabatu Tak Dibayar
TEBING TINGGI : Parit limbah PKS yang selama ini mencemari Sei Padang, ternyata selama 20 tahun lebih tidak pernah dibayar dana kontraknya. Padahal, parit itu melintasi lahan warga yang awalnya ada kesepakatan kontrak antara Kebun Pabatu PTPN IV dengan pemilik lahan. Namun, hingga pemilik lahan meninggal sekira tiga bulan lalu, biaya kontrak itu tak pernah dibayar.
Hal itu diungkapkan anak pemilik lahan Nurhayati, 35, warga Dusun V Kp. Beteng, Desa Bah Sumbu, Kec. Tebing Syahbandar, Kab. Sergai, Rabu (3/11), di kediamannya. Dikatakan, pemilik lahan itu bernama Nakib telah mengikat kontrak dengan Kebun Pabatu, untuk pemakaian parit limbah menuju Sei Padang.
Atas pembuatan kontrak sewa itu, Kebun Pabatu harus membayar kontrak sewa lahan per tahun. Namun hanya beberapa tahun dipenuhi, sesudah itu kewajiban membayar tak pernah lagi dilakukan PKS Pabatu. Padahal, parit itu terus menerus digunakan sebagai saluran pembuangan limbah. “Sudah beberapa kali ADM didatangi ayah waktu masih hidup, tapi mereka tak peduli,” ungkap Nurhayati. Ahli waris itu, setuju jika parit limbah ditutup, karena lebih banyak ruginya bagi masyarakat.
Meski demikian, diakui surat kontraknya tidak diketahui lagi berada di mana. Alasannya, orang tua mereka malas menyimpan berkas kontrak itu, karena kebun one prestasi dalam soal kontrak itu. “Tapi lahan itu, tetap punya kami dan ada sertifikatnya,” tegas Nurhayati.
Hal lain dirasakan Amri, 51, warga dusun sama yang lahannya berada di hilir parit limbah. Dikatakan, dulunya parit limbah PKS Kebun Pabatu ada dua, salah satunya di lahan miliknya. Namun, lima tahun lalu parit limbah itu mereka tutup, karena perkebunan tidak membayar biaya kontraknya. “Kita tanya sama mereka diperlukan apa tidak parit itu. Karena tak perlu lagi, langsung ditutup,” ujar warga yang mengaku berdiam sejak 45 tahun lalu di tempat itu.
Aktifitas parit limbah itu, aku Amri, hingga kini masih terus berlangsung. Namun beberapa hari belakangan berkurang, karena adanya pemberitaan media massa. Biasanya, terang dia, sesudah pemberitaan lenyap, aktifitas membuang limbah berlangsung lagi. “Mereka buangnya malam hari atau hari-hari libur,” ungkap Amri. Aktifitas itu, ungkap Amri, akan terus berlangsung karena pihak kebun memang memiliki penampungan limbah terbatas. “Kalau sudah penuh, kemana mereka buang, pasti ke sungai lah,” kata dia.
Air limbah yang dibuang berwarna hitam. “Katanya steril, tapi kami yakin zat asamnya masih tinggi, terbukti kawat beronjongan berkarat, bahkan ada yang putus. Ikan pun sudah tak ada lagi,” cetus warga pemilik lahan itu. Amri, menyatakan setuju jika parit limbah PKS Kebun Pabatu PTPN IV itu ditutup, karena lebih besar kerugiannya terhadap masyarakat dan lingkungan sungai.
Terkait itu, Humas Kebun Pabatu Rahmat Suhairi, mangatakan tidak tahu soal adanya kontrak lahan parit limbah dengan warga. Humas Kebun Pabatu itu, meminta waktu beberapa hari untuk mendapat informasi soal kontrak itu.@
MENGHITAM : Air Sei Padang yang hitam sebagian dan menguning sebagiannya lagi. Air menghitam itu berasal dari limbah sawit PKS Kebun Pabatu PTPN IV yang langsung dibuang ke aliran sungai. Dari titik pembuangan itu, air sungai Padang menghitam di hilirnya diperkirakan hingga muara di Selat Malaka. Pembuangan menurut warga berlangsung satu bulan belakangan dan terus menerus dalam satu pekan belakangan. Foto direkam, Jum’at (15/10).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar