Sabtu, 12 Februari 2011

kondisi Sungai Musi di Sumatera Selatan

Mandi di Sungai Musi.

Mandi di Sungai Musi. Foto-foto: Taufik Wijaya.

Sungai Musi di Sumatera Selatan, beserta anak-anaknya, adalah hal penting dalam perjalanan sejarah. Ia tidak sekedar tempat air mengalir hingga jauh. Musi adalah sebuah ingatan atas suatu sejarah yang besar.

Banyak jaman yang menjadikan Musi sebagai saksi sejarah. Di masa sebelum masehi, misalnya, sungai ini berperan signifikan dalam perkembangan peradaban Pasemah di sepanjang Bukit Barisan. Ia jugalah yang turut menopang kejayaan Kerajaan Sriwijaya; sebuah kerajaan maritim terbesar di kawasan nusantara dengan pengaruh kuat ke wilayah Asia lainnya hingga Afrika.

Di masa Kesultanan Palembang Darussalam, Musi tetap memainkan perannya yang penting. Begitu juga di jaman kolonial Belanda hingga pemerintahan Republik Indonesia saat ini.

Dalam membangun peradaban, selain menjadi sumber air bersih, aktivitas ekonomi seperti pertanian dan perikanan, Sungai Musi juga berperan sebagai sarana transportasi dan kegiatan sosial-budaya. Ia menjadi penyanggah keseimbangan alam atau lingkungan hidup, terutama dalam mengendalikan air.

Menurut data Balai Musi, kini panjang Sungai Musi sekitar 622 kilometer. Dan jika ditambah dengan panjang sungai besar lain beserta anak-anaknya, maka panjangnya berkisar 10.000 kilometer. Sungai besar yang ada di Sumatera Selatan berkisar 56 sungai, diantaranya Musi, Sugihan, Mesuji, dan Komering. Sementara anak sungainya sebanyak 148 buah. Jumlah ini belum termasuk ranting sungai dan anak ranting sungai.

Dari puluhan sungai itu, ada delapan sungai besar yang menyatu dengan Sungai Musi, yakni Sungai Batanghari Leko, Sungai Lalan, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Ogan, dan Sungai Komering. Pertemuan delapan sungai dengan Sungai Musi menjadikan Sumatera Selatan disebut sebagai “negeri Batanghari Sembilan”.

Sungai Sekanak yang legendaris dipenuhi sampah.

Sungai Sekanak yang legendaris dipenuhi sampah.

Hulu Sungai Musi sendiri berada di gugusan Bukitbarisan, sedangkan muaranya ada di pesisir Timur pulau Sumatera bagian Selatan.

Wisata Sungai
Melihat potensi sungai ini, pemerintah Sumatera Selatan sejak dua tahun lalu mencanangkan program Visit Musi. Ini adalah program kunjungan wisata sungai di Sumatera Selatan. Sebuah program yang dinilai banyak kalangan cukup cerdas.

Namun demikian, program ini tidak didukung oleh pengolahan sungai beserta anak-anaknya. Kondisi tepian sungai banyak yang rusak, terutama daerah penyanggahnya seperti hutan maupun rawa-rawa. Bahkan sebagian besar anak-anaknya menyempit, mendangkal, atau tertimbun. Kondisi ini terlihat jelas di kawasan kota Palembang, yang merupakan sentral dari program Visit Musi tersebut.

Masih berdasarkan data Balai Musi pada 2005, kerusakan tepian sungai di Sumatera Selatan panjangnya mencapai 53,991 kilometer. Kerusakan ini terbagi pada Sungai Musi yang melintasi Musirawas, Musibanyuasin, dan Lahat sepanjang 8,860 kilometer; sungai Harileko yang melintasi Musirawas sepanjang 1,1 kilometer; sungai Rawas yang melintasi Musirawas sepanjang 14,050 kilometer; sungai Lematang yang melintasi Lahat dan Muaraenim sepanjang 9,411 kilometer; sungai Ogan yang melintasi Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir sepanjang 11,780 kilometer; sungai Komering yang melintasi Ogan Komering Ulu sepanjang 4,5 kilometer; serta Sungai Musi yang melintasi Palembang sepanjang 4,290 kilometer.

Menurut budayawan Palembang, Djohan Hanafiah, di masa pemerintahan kolonial Belanda semasa 1930-an, jumlah anak Sungai Musi di Palembang mencapai 316 buah. Dan kini jumlah tersebut menyusut tajam. Hanya tinggal puluhan anak sungai dengan kondisi yang memprihatinkan.

Sungai Sekanak terkait dengan sejarah kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam. Anak Sungai Musi ini dipenuhi sampah. Akibatnya, di musim kemarau ia mengering dan di musim hujan meluap.

Sungai Sekanak terkait dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam. Anak Sungai Musi ini dipenuhi sampah. Akibatnya, di musim kemarau ia mengering dan di musim hujan meluap.

Akibat kondisi anak-anak Sungai Musi beserta anak-anaknya yang tidak terawat ini, di masa penghujan, sebagian besar daerah Sumatera Selatan mengalami banjir, termasuk Palembang.

Kondisi Anak Sungai di Palembang
Sebagai sentral dari program Visit Musi, Palembang jelas menjadi sorotan utama mengenai kondisi anak-anak Sungai Musinya. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan BeritaMusi.Com, hampir semua anak Sungai Musi di Palembang dalam kondisi yang memprihatinkan. Selain menyempit dan mendangkal, sebagian badan sungai juga ditimbun atau digunakan sebagai pemukiman atau bangunan industri. Sebut saja sungai Buah, Jeruju, Lumpur, Saudagar Kocing, Kedukan Anyar, Kenduruan, Temenggung, Perigi, Goren, Sekanak, Rendang, Tatang, Demang Jambul, Sintren, Semajid, Kapuran, Sang Putri, Srengam, dan Tikung.

Bahkan, di kawasan Seberang Ulu di Palembang, posisi pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi yang berada di bawah jembatan juga turut mematikan aktivitas masyarakat di anak-anak Sungai Musi. Ini disebabkan oleh keberadaan pipa yang sangat dekat dengan permukaan air. Alhasil, perahu yang berpenumpang sulit lewat di bawah jembatan tersebut.

Sungai Jeruju merupakan salah satu anak Sungai Musi di kawasan Seberang Ulu Palembang yang tidak dapat dilalui lantaran pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi di bawah jembatannya berjarak terlalu dekat dengan permukaan air.

Sungai Jeruju merupakan salah satu anak Sungai Musi di kawasan Seberang Ulu Palembang yang tidak dapat dilalui lantaran pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi di bawah jembatannya berjarak terlalu dekat dengan permukaan air.

Selain sejumlah faktor di atas, hal lain yang turut membuat Sungai Musi menjadi ironis adalah persoalan sampah rumah tangga yang terus tertimbun di sungai. Begitu juga halnya dengan perilaku masyarakat yang mendirikan bangunan rumah dengan memakan badan sungai.

Untuk mengatasi persoalan ini, setiap tahun pemerintah Palembang melaksanakan program Revitalisasi Anak Sungai Musi. Bentuk programnya berupa pembuatan dam di tepian sungai, penggalian lumpur, serta pembersihan sampah sungai.

Akan tetapi, menurut koordinator Masyarakat Sungai Musi, Surkani MS, revitalisasi Sungai Musi bukan hanya dilakukan di Palembang – sebagian daerah hiliran -, tetapi harus dimulai dari daerah huluan. Bentuknya juga bukan hanya sebatas pembuatan dam, tetapi juga penghijauan, pembersihan bangunan yang berada di badan sungai, serta pendidikan terhadap masyarakat.

“Semua pemerintah daerah, industri yang memanfaatkan Sungai Musi, serta masyarakat harus terlibat langsung dalam mengatasi krisis yang terjadi pada Batanghari Sembilan,” kata Surkani dalam sebuah perbincangan di Palembang.

“Jika kondisinya sudah membaik,” tambahnya, “saya kira wisata sungai di Sumatera Selatan akan berjalan secara baik. Selain itu kondisi lingkungan dan pertanian akan terjamin pula.”

Potensi Wisata
Disadari atau tidak, potensi wisata sungai di Sumatera Selatan, khususnya Palembang, justru terletak terletak di anak-anak sungainya. Sejarah Kerajaan Sriwijaya, misalnya, sangat terkait dengan keberadaan sungai Sekanak. Sebab, banyak pihak memperkirakan bahwa sungai Sekanak adalah rute perjalanan para raja Sriwijaya untuk ke lokasi Talangtuwo dan Bukitsiguntang. Begitu pula sungai Tatang yang terkait dengan jalur ke Bukitsiguntang.

Sejarah Kerajaan Palembang juga terkait dengan sungai Buah. Begitu pula dengan Kesultanan Palembang Darussalam dengan sungai Sekanak, sungai Rendang, serta bukti kekuasaan kolonial Belanda di sungai Aur.

Sungai Buah terkait dengan sejarah kerajaan Palembang atau Kuto Gawang. Muara sungai ini berada di lokasi pabrik PT Pusri. Sebagian sungai ini menyempit dan kotor.

Sungai Buah terkait dengan sejarah Kerajaan Palembang atau Kuto Gawang. Muara sungai ini berada di lokasi pabrik PT Pusri. Sebagian sungai ini menyempit dan kotor.

Seperti masa silam, keberadaan anak-anak Sungai Musi kini pun terkait dengan aktivifitas masyarakat. Misalnya kerajinan dan pembuatan makanan khas Palembang seperti pempek dan kerupuk di kawasan Seberang Ulu Palembang, serta aktivitas keagamaan dan pemukiman yang unik sebagai daerah pembauran suku-bangsa di Palembang.

Beranjak dari uraian di atas, tampaknya gagasan revitalisasi Sungai Musi yang disampaikan Surkani harus segera dilakukan pemerintah Sumatera Selatan maupun ke-15 pemerintah kabupaten/kota. Jika dilakukan, potensi wisata sungai akan mewujud menjadi praktik wisata yang benar-benar mendatangkan pemasukan bagus bagi pemerintah maupun masyarakat. Yang tak kalah penting, revitalisasi Sungai Musi ini semestinya juga menjamin keberlangsungan lingkungan hidup dan pertanian di Sumatera Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar