Selasa, 15 Februari 2011

Belasan Desa Gagal Panen Padi di jambi

Petani sedang memanen tanaman padi. Sebagian besar tidak bisa dipanen akibat lama terendam banjir.(F:Hardiyansyah)
JAMBI - Harga beras sebulan terakhir mengalami lonjakan yang tinggi. Salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah menipisnya stok beras. Stok beras menipis akibat kegagalan tanam dan panen padi di sejumlah lumbung padi di Provinsi Jambi.

Kegagalan tanam terjadi sedikitnya di lima desa dan kelurahan di Kecamatan Kumpeh Ilir, Muarojambi. Kelima desa dan kelurahan tersebut adalah Suak Kandis, Tanjung, Rondang, Jebus, dan Rantau Panjang. Sementara, di Desa Gedung Karya tingkat kegagalan tanam cukup sedikit.

Lurah Tanjung, Azwan, SAg, mengakui di wilayahnya terjadi kegagalan tanam padi. Menurutnya, masa tanam di Kelurahan Tanjung adalah bulan Juni atau Agustusm, bertepatan musim kemarau."Namun, anehnya musim kemarau tahun ini hujan terus. Sungai Batanghari akhirnya meluap dan menggenangi persawahan milik petani," aku Azwan.

Kata Azwan, biasanya di musim kemarau, lahan sawah warga tidak tergenang air sehingga bisa ditanami padi. "Tapi kemarau tahun ini justru selalu banjir. Begitu tanam bibit, datang banjir. Coba tanam bibit lagi, tapi banjir kembali datang, begitulah....sampai sekarang pun masih banjir," ujar Azwan.

Pihak Pemerintah Kabupaten Muarojambi, tambah Azwan, sudah memberikan bantuan benih kepada petani agar kembali menanam padi. Sayang, ketika benih tersebut disemai, banjir kembali datang.

"Jadi, bukan gagal panen. Kalau gagal panen kan padinya sudah sempat ditanam, namun waktu gagal terjadi gangguan. Kalau ini, baru nanam, sudah terjadi gangguan akibat banjir, maka istilah yang tepat adalah gagal tanam," jelas Azwan.

Sayang, Azwan tidak bisa menjelaskan berapa luas sawah yang mengalami gagal panen. "Tapi yang pasti, sangat sedikit yang sampai panen," tegas Azwan.
Sementara itu, Paryanto, warga Desa Gedung Karya, menyatakan di desanya tingkat gagal tanam cukup rendah. "Paling-paling, kegagalannya cuma 20 persen. Namun di desa-desa lainnya, seperti Suak Kandis dan Tanjung, hampr semuanya gagal tanam," kata Paryanto.

Sementara itu, enam desa di Kecamatan Berbak, Tanjungjabung Timur (Tanjabtim) mengalami gagal panen. Menurut Camat Berbak, Ngadino, kegagalan panen paling parah terjadi di Desa Simpang, Rawasari, dan Rantau Makmur.

"Di ketiga desa, sebagian besar sawah terjadi kegagalan panen. Sebagian lagi masih berhasil panen, namun terjadi penurunan jumlah produksi," ujar Ngadino.
Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Asril, mengakui adanya kegagal panen tersebut.

Menurutnya, puluhan hektar di ketiga desa mengalami gagal panen. "Sebenarnya, warga sempat melakukan penanaman. Namun, pas mau panen tiba-tiba datang dan menghancurkan tanaman padi," kata Asril.

Menurut Manajer Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaff, hujan yang terus turun dan menyebabkan banjir diakibatkan terjadinya perubahan iklim. "Tahun ini terjadi kemarau
basah, artinya selama musim kemarau hujan terus turun. Bahkan, curah hujannya lebih tinggi dibanding ketika musim penghujan," ungkap Rudi Syaff.

Lembaga konsultan internasional Mckinsey pernah melakukan penelitian penyebab terjadinya perubahan iklim. Hasilnya, penyebab terjadinya perubahan iklim di Provinsi Jambi, paling banyak adalah kebakaran hutan dan lahah. "Disusul oleh dilakukannya alih fungsi kawasan hutan alam di lahan gambut, dan yang ketiga adalah konversi hutan alam di lahan mineral," urai Rudi Syaff.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Muarojambi, David Sitanggang mengakui terjadinya kegagalan panen. Menurutnya, penyebab kegagalan panen terebut disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu.

''Memang ada sawah petani yang fuso di Muarojambi dikarenakan cuaca yang tidak menentu membuat petani tidak bisa tanam padi, namun saya belum menerima laporan pastinya dimana serta berapa banyak yang gagal tanam,'' sebut David Sitanggang

David menjelaskan, saat ini kondisi cuaca tidak bisa dipastikan. Biasanya yang menyebabkan padi gagal tanam itu karena cuaca yang hujan. Cuaca saat ini susah diprediksi, dulu jika memasuki bulan Oktober, November dan Desember musin hujan. Sekarang tidak bisa ditentukan, hari ini hujan, besok panas, kemudian hujan lagi,'' terang David.

David mengakui Dinas Pertanian saat ini belum bisa memberikan bantun bibit ke petani. ''Kita memang ada memberikan bantuan bibit ke petani, tapi itu dulu, sudah beberapa bulan lalu. Tapi sekarang sudah habis. Biasanya kita memberikan bantuan bibit ke petani untuk ditanam. Setelah tiga bulan padinya dipanen dan bisa kita jadikan bibit,'' kata David.

Ditambahkannya, tidak tersedianya stok bibit dikarenakan kondisi cuaca yang tidak menentu. ''Kalau dulu begitu bibit kita berikan ke petani langsung di tanam dan hasilnya bisa dijadikan bibit.

Sekarang tidak bisa sebab, ketika petani baru melakukan penanaman tahu-tahu hujan dan banjir otomatis sawahnya terendam,” katanya.”Kabupaten Muarojambi saat ini telah mempunyai penangkaran bibit sendiri. Ada 25 hektar lahan untuk penangkaran bibit. Jadi, sebenarnya kita mempunyai stok bibit tapi itu karena cuaca. Bibit yang kita stok untuk penanggulangan sudah habis,'' tambah David.

Akibat kegagalan panen dan gagal tanam di sejumlah daerah, persediaan beras di tingkat pedagang menipis. Untuk itu, Perum Bulog berencana mengggelar operasi pasar.

Menurut Kepala Bidang Pelayanan Publik Bulog Jambi, Damin Hartono Roestam, pihaknya melayani penjualan beras ke pedagang. “Harganya Rp 5.700 per kilo gram. Tapi, kami mensyaratkan pedagang harus menjual beras tersebut ke masyarakat dengan harga Rp 500 – Rp 700 di bawah harga pasaran,” kata Damin.

Bulog juga sedang menghimpun beras dari petani untuk memenuhi kebutuhan stok beras di gudang. “Sesuai Intruksi Presiden (Inpres) nomor 7 tahun 2009, kami membeli beras dari petani sebesar Rp 5.600 per kilogram,” ujar Damin. (

Tidak ada komentar:

Posting Komentar