Padang - Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengungkapkan sebanyak 30 persen perusahaan yang ada di Indonesia melakukan pelanggaran aturan pengolahan limbah.
"Dari 890 perusahaan sebanyak 30 persen mendapatkan penilaian berwarna hitam atau melanggar aturan pengolahan limbah," kata Gusti Muhammad Hatta pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional tahun 2011 di Padang, Senin.
Dikatakannya, Kementerian Lingkungan Hidup sedang melakukan berbagai pengumpulan bukti di lapangan dan melengkapi data untuk mengajukan perusahaan kategori hitam ke pengadilan.
"Tahun ini akan ada perusahaan yang berkategori hitam yang akan diajukan ke pengadilan karena melakukan pelanggaran," kata dia.
Bagi perusahaan berkategor merah, lanjutnhya, akan terus diawasi dan dibina agar pengolahan limbahnya ramah lingkungan.
"Perusahaan yang pengolahan limbahnya sudah baik diberi kategori warna biru dan jumlahnya mencapai 68 persen saat ini, " lanjut dia.
Senin, 28 Februari 2011
Segera Hentikan Alih Fungsi Hutan Alam
Jambi- Rencana penghentian sementara (moratorium) hutan pada tahun 2014 jangan menjadi pendorong percepatan proses pengalihfungsian hutan alam untuk kepentingan industri. Proses alih fungsi hutan harus dihentikan dan pemerintah perlu mengevaluasi kondisi hutan yang dikelola pemegang izin hutan tanaman industri.
”Menjelang berlakunya moratorium, pemerintah jangan sampai mempercepat pengalihfungsian hutan untuk kepentingan industri,” kata Rudy Syaf, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, di Jambi, Senin (12/7).
Pemerintah Norwegia telah sepakat mengucurkan dana Rp 9 triliun untuk moratorium hutan alam di Indonesia. Tahap pertama program ini direalisasikan tahun 2010, dilanjutkan moratorium untuk hutan primer pada tahun 2011, dan seluruh hutan alam pada tahun 2014.
Kini diterbitkan izin definitif HTI bagi PT Lestari Asri Jaya pada hutan alam seluas 61.000 hektar di Kabupaten Tebo, Jambi. Izin itu, menurut Rudy, tanpa sepengetahuan sejumlah pemangku kepentingan hutan, khususnya para aktivis lingkungan.
Padahal, pemerintah sebelumnya telah membatalkan pemberian izin bagi PT Forestra Raya pada lokasi yang sama meski perusahaan itu telah memenangi tender izin HTI. Pembatalan izin diduga terkait gencarnya penolakan oleh lima LSM lingkungan, yaitu KKI Warsi, Frankfurt Zoological Society, Zoological Society of London, World Wide Fund, dan Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatera.
Selain PT LAJ, dalam setahun terakhir, ada tiga lokasi hutan alam lainnya juga telah beralih fungsi untuk tanaman industri akasia, pertukangan, dan karet. Izin diberikan kepada PT Mugi Triman seluas 37.500 hektar, PT Malaka Agro Perkasa 24.485 hektar, dan PT Bukit Kausar 33.310 hektar.
Mengingat semakin meluasnya areal HTI di Jambi, menurut Rudy, pemberian izin serupa perlu dihentikan pemerintah. Kini hanya 220.000 hektar hutan alam yang masih tersisa.
Terhadap para pengusaha HTI, pemerintah harus mendorong agar dilakukan pengelolaan hutan lestari. ”Pemerintah perlu mengevaluasi kondisi alam hutan yang diberikan kepada para pengusaha ini. Pada hutan yang alamnya masih sangat baik, perlu dikonservasi, jangan malah ditebangi,” lanjutnya.
Upaya itu, kata Rudy, justru memberi keuntungan bagi perusahaan karena mendapat sertifikat pengelolaan hutan lestari. Produk perusahaan juga akan lebih diminati konsumen dunia.
Sebelumnya, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia Arnold Sitompul menyatakan, hutan produksi yang dialihfungsikan untuk HTI bagi PT LAJ merupakan area jelajah dua kelompok besar gajah, Semambu dan Riau-Jambi. Jika wilayah ini diubah menjadi HTI, dua kelompok gajah itu bakal punah. Total gajah Semambu 117 ekor dan kelompok Riau-Jambi ada 47 ekor.
”Menjelang berlakunya moratorium, pemerintah jangan sampai mempercepat pengalihfungsian hutan untuk kepentingan industri,” kata Rudy Syaf, Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, di Jambi, Senin (12/7).
Pemerintah Norwegia telah sepakat mengucurkan dana Rp 9 triliun untuk moratorium hutan alam di Indonesia. Tahap pertama program ini direalisasikan tahun 2010, dilanjutkan moratorium untuk hutan primer pada tahun 2011, dan seluruh hutan alam pada tahun 2014.
Kini diterbitkan izin definitif HTI bagi PT Lestari Asri Jaya pada hutan alam seluas 61.000 hektar di Kabupaten Tebo, Jambi. Izin itu, menurut Rudy, tanpa sepengetahuan sejumlah pemangku kepentingan hutan, khususnya para aktivis lingkungan.
Padahal, pemerintah sebelumnya telah membatalkan pemberian izin bagi PT Forestra Raya pada lokasi yang sama meski perusahaan itu telah memenangi tender izin HTI. Pembatalan izin diduga terkait gencarnya penolakan oleh lima LSM lingkungan, yaitu KKI Warsi, Frankfurt Zoological Society, Zoological Society of London, World Wide Fund, dan Yayasan Program Konservasi Harimau Sumatera.
Selain PT LAJ, dalam setahun terakhir, ada tiga lokasi hutan alam lainnya juga telah beralih fungsi untuk tanaman industri akasia, pertukangan, dan karet. Izin diberikan kepada PT Mugi Triman seluas 37.500 hektar, PT Malaka Agro Perkasa 24.485 hektar, dan PT Bukit Kausar 33.310 hektar.
Mengingat semakin meluasnya areal HTI di Jambi, menurut Rudy, pemberian izin serupa perlu dihentikan pemerintah. Kini hanya 220.000 hektar hutan alam yang masih tersisa.
Terhadap para pengusaha HTI, pemerintah harus mendorong agar dilakukan pengelolaan hutan lestari. ”Pemerintah perlu mengevaluasi kondisi alam hutan yang diberikan kepada para pengusaha ini. Pada hutan yang alamnya masih sangat baik, perlu dikonservasi, jangan malah ditebangi,” lanjutnya.
Upaya itu, kata Rudy, justru memberi keuntungan bagi perusahaan karena mendapat sertifikat pengelolaan hutan lestari. Produk perusahaan juga akan lebih diminati konsumen dunia.
Sebelumnya, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia Arnold Sitompul menyatakan, hutan produksi yang dialihfungsikan untuk HTI bagi PT LAJ merupakan area jelajah dua kelompok besar gajah, Semambu dan Riau-Jambi. Jika wilayah ini diubah menjadi HTI, dua kelompok gajah itu bakal punah. Total gajah Semambu 117 ekor dan kelompok Riau-Jambi ada 47 ekor.
Masyarakat Provinsi Jambi Tolak Alih Fungsi Hutan
"Potensi konflik sudah sangat tinggi. Kalau alih fungsi dilakukan tanpa terlebih dahulu ada penyelesaian konflik, malah akan menambah persoalan," ujar Dedi Ridwan, Kepala Desa Pandan Sejahtera, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, di Gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin (28/2/11).
Dedi menceritakan, pada kawasan hutan produksi yang diusulkan pemprov ke Kementrian Kehutanan untuk beralih fungsi menjadi area penggunaan lain seluas 500 hektar, Pemerintah Kabupaten Tanjabtim ternyata pernah mengeluarkan izin pembukaan perkebunan sawit untuk salah satu perusahaan di tahun 2007.
Di kawasan itulah, aktivitas pembukaan lahan untuk tanaman sawit jadi semakin marak. Ratusan masyarakat pendatang dimobilisasi untuk merambah hutan untuk penanaman sawit. Hal itu menimbulkan kecemburuan penduduk setempat. Jika hutan tersebut dialihfungsikan, jadi seperti upaya legalisasi perambahan. "Padahal, kami sebagai penduduk asli tidak merasakan dampaknya, namun hanya akan melihat hutan yang telah rusak di depan mata kami," lanjutnya.
Dedi melanjutkan, pemerintah perlu terlebih dahulu menyelesaikan persoalan konflik di sana dan menetapkan tata ruang untuk kawasan tersebut. Jadi, jangan asal diusulkan beralih fungsi, sebelum jelas rencana penataan ruangnya, tuturnya lagi.
Rivani Noor, Direktur Cappa, lembaga yang mengurusi advokasi masalah kehutanan, mengemukakan, banyak pemanfaatan kawasan hutan di Jambi tidak sesuai dengan peruntukannya. Pihaknya mendapati sejumlah izin tambang batu bara dalam kawasan hutan lindung dan produksi, yaitu 3 izin dalam kawasan lindung di Kabupaten Sarolangun dan Tebo, serta lebih dari 10 izin dalam kawasan hutan produksi. Tidak hanya tambang batu bara, perkebunan sawit juga marak dibangun dalam kawasan hutan, katanya.
Senin kemarin, sekelompok masyarakat yang mengaku warga suku anak dalam di Kabupaten Batanghari mendatangi Kantor Pemprov Jambi untuk menuntut pengelolaan lahan pada kawasan perkebunan sawit yang masuk konsesi PT Asiatic Persada, anak kelompok usaha Wilmar Group. Masyarakat menuntut 1.000 hektar diberikan bagi mereka, dengan alasan telah menggarap lahan tersebut sebelum perusahaan masuk pada hampir 15 tahun lalu .
Di Kabupaten Batanghari, sekitar 50 warga yang hidup di kawasan hutan Harapan Rainforest yang dikelola PT Restorasi Ekosistem (REKI) memanen padi seluas enam hektar dalam kawasan tersebut. Menurut Amran, warga setempat, mereka terpaksa menanami padi dalam kawasan hutan, karena tidak memiliki lahan sendiri. "Selama ini kami hidup dari berladang di sini sejak puluhan tahun. Kalau padi itu tidak kami panen, dari mana kami mau makan," tuturnya.
, ada 47 konflik perebutan lahan di Provinsi Jambi, yang hingga kini belum terselesaikan.
Sabtu, 26 Februari 2011
Banjir dan Rehabilitasi Hutan
Seperti beberapa tahun sebelumnya, bencana banjir kembali meluluhlantakkan sejumlah daerah di Indonesia. Puluhan orang meninggal percuma dan ratusan rumah tenggelam di tujuh kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Yang paling parah terjadi di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Aceh Tamiang. Di samping itu, daerah-daerah lain, dalam skala yang relatif kecil, juga telah banyak terkena atau siap-siap menyambut datang bencana serupa.
Semua mata tertuju kepada pemerintah. Apa lagi kalau bukan kerusakan hutan yang dijadikan alasan utama. Kerusakan hutan sebagai kambing hitam seluruh bencana itu memang sangat tepat. Soalnya, akumulasi penjarahan hutan yang telah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu telah berdampak pada tingkat kerusakan hutan yang teramat parah.
Data Departemen Kehutanan menyebutkan 60,9 juta hektare hutan yang terletak di daerah aliran sungai di seluruh Indonesia rusak parah. Laju kerusakan setiap tahun mencapai 2,83 juta hektare. Kondisi ini lebih parah dibanding pada 1998, ketika kerusakan hutan dan lahan baru seluas 43 juta hektare dengan laju kerusakan 1,6 juta hektare per tahun. Sebuah fakta yang bisa menjadi pembenaran mengapa bencana banjir dan longsor itu datang.
Namun, terus-menerus menyalahkan kerusakan hutan sebagai biang keladi bencana banjir juga bukan langkah yang bijaksana. Bukankah setiap tahun saat bencana alam itu datang, kita selalu melakukan itu? Dan hasilnya, bencana tersebut kembali dan kembali datang secara rutin setiap tahun.
Padahal, dengan sedikit kerendahan hati dalam memandang bencana, kehadiran banjir dan tanah longsor juga merupakan buah tidak berhasilnya pemerintah dalam melaksanakan program rehabilitasi hutan. Apalagi pemerintah sebenarnya punya dana yang sangat besar untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan. Dana reboisasi–dana yang dipungut pemerintah untuk mendanai program rehabilitasi hutan–jumlahnya pada 2006 ini mencapai Rp 12 triliun. Kendati dari jumlah ini, menurut Menteri Kehutanan Malam Sabat Kaban, yang diketahui keberadaannya hanya Rp 5,8 triliun. Adapun sekitar Rp 6,2 triliun mengendap di berbagai tempat
Dalam upaya rehabilitasi hutan, pemerintah memang sudah berbuat. Melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dicanangkan sejak empat tahun silam, Departemen Kehutanan mentargetkan, selama masa lima tahun 2004-2009, sedikitnya 5 juta hektare hutan bisa direhabilitasi. Namun, ternyata program ini tidak cukup sukses guna merehabilitasi hutan yang rusak. Realisasi target yang dicanangkan pemerintah tidak optimal sehingga dengan tingkat kerusakan hutan yang sedemikian parah, program tersebut tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Apa penyebabnya? Menurut penulis, secara konsep gerakan tersebut merupakan sebuah langkah tepat terobosan pemerintah dalam mengembalikan kembali hutan yang rusak. Hanya, kegiatan ini tidak bisa dilaksanakan secara optimal karena sejumlah faktor teknis yang dominan.
Pertama, mekanisme pencairan dana anggaran pendapatan dan belanja negara, sumber dana utama gerakan tersebut, yang tidak tepat membuat Departemen Kehutanan (selaku departemen teknis) kaku dalam menjalankan proyek ini. Dari rapat kerja Komisi Kehutanan DPR dengan Departemen Kehutanan diperoleh informasi, kadang-kadang pencairan anggaran gerakan tersebut terjadi pada saat musim tanam telah lewat. Artinya, kegiatan penanaman menjadi tidak maksimal atau malah sering kali gagal.
Menurut pandangan penulis, tidak optimalnya program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan karena masalah pencairan dana harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya Departemen Keuangan, selaku bendahara negara. Harus diciptakan langkah-langkah terobosan khusus untuk mengatasi hal ini, misalnya, menyediakan dana untuk gerakan tersebut dalam beberapa tahun anggaran berjalan (multiyears).
Upaya lain adalah mempercepat terbentuknya lembaga khusus yang menampung dana reboisasi yang jumlahnya mencapai Rp 12 triliun. Badan Layanan Umum, lembaga yang disiapkan Departemen Kehutanan, harus segera direalisasi sehingga tujuan utama dana reboisasi untuk membiayai kegiatan rehabilitasi hutan dapat terlaksana.
Kedua, mengkaji kembali soal keterlibatan investor swasta dalam berbagai rangkaian proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, seperti dari proses pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Sudah terbukti, dengan melibatkan swasta seperti selama ini, program tersebut tidak optimal. Karena bagaimanapun, proyek ini bukan proyek bisnis yang menguntungkan, sehingga perusahaan swasta yang berkualitas umumnya enggan ikut serta. Dampaknya, perusahaan swasta yang ikut adalah perusahaan-perusahaan baru, seperti yang bertujuan mengejar keuntungan semata.
Sebagai catatan, pada tahun pertama proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dilaksanakan baru ada 40 perusahaan pembibitan. Tahun kedua, jumlah itu meningkat menjadi 80 perusahaan. Memasuki tahun keempat, jumlah perusahaan melonjak tajam menjadi 1.800 perusahaan. Artinya, banyak perusahaan yang sengaja dibentuk tanpa kemampuan yang jelas dan hanya berorientasi menikmati keuntungan dari proyek itu. Jadi masuk akal kalau dalam perjalanannya selama empat tahun banyak dugaan penyimpangan dalam proyek ini.
Mengatasi hal tersebut, pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan peran perusahaan negara bidang kehutanan, yang keberadaannya hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain sudah berpengalaman, sebagai perusahaan negara, pemerintah tentunya bisa lebih mudah melakukan pengawasan dari sisi keuangan dan program kerja.
Ketiga, mengembalikan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ke tujuan semula, yaitu berupaya mengajak masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam kegiatan rehabilitasi hutan untuk berpartisipasi aktif. Dana reboisasi hanya sebagai stimulator awal. Yang terjadi sekarang, program tersebut hanya menjadi gerakan ekonomi sesaat. Solusinya, tujuan semula bisa tercapai bila dibentuk kelembagaan yang mengakar ke masyarakat.
Pembenahan program kegiatan rehabilitasi hutan memang tidak akan memberikan dampak langsung dalam satu-dua tahun mendatang. Namun, pembenahan ini menjadi keharusan utama yang harus dilakukan pemerintah dalam upaya mengantisipasi terjadinya bencana yang lebih besar dalam kurun lima-sepuluh tahun mendatang. Dan ini sepertinya sudah tidak bisa ditawar lagi.
Rawan Longsor di Jalur Tengah Sumatera
Pemerintah daerah menyiagakan sejumlah alat berat.
Sepekan menjelang Lebaran, kondisi jalan lintas Sumatera, terutama Jalur Lintas Tengah, cukup baik untuk dilewati para pemudik.
Jalur itu bisa menjadi pilihan karena Jalur Lintas Timur, yang biasanya menjadi favorit pemudik karena lebih menghemat waktu, diprediksi akan lebih ramai kendaraan. Namun para pemudik yang melewati Jalur Lintas Tengah, yang terbentang mulai Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, hingga Aceh, harus berhati-hati. Sebab, meski relatif bagus, jalan ini rawan tanah longsor dan kecelakaan.
Di Provinsi Sumatera Selatan, misalnya, ada beberapa lokasi yang harus diwaspadai di sepanjang jalur tengah, yang meliputi Martapura, Baturaja, Lubuk Linggau, hingga Batas Jambi.
Menurut Junaidi, Kepala Satuan Kerja Non-Vertikal Tertentu Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Selatan Direktorat Jenderal Cipta Karya, beberapa daerah, seperti jalan ke Muaraenim-Sugiwaras, tepatnya di Desa Pandan Dulang, berpotensi banjir dan erosi. Sebab, posisi jalan tersebut sejajar dengan Sungai Enim. "Namun kami akan siapkan alat berat di beberapa titik yang, rawan longsor," katanya kemarin.
Daerah Tebing Tinggi juga harus diwaspadai. Meski kondisinya sudah cukup baik, jalan rawan longsor. Selain itu, daerah Lahat, tepatnya di kilometer 225, termasuk wilayah rawan tanah longsor mengingat daerah tersebut banyak tebing. "Longsor di sana karena kondisi geografis tanahnya curam dan ada patahan," kata Junaidi.
Selain tanah longsor, sejumlah wilayah berpotensi banjir jika hujan deras terjadi, di antaranya di daerah Gunung Megang, Muaraenim. Namun biasanya, sekitar dua jam, banjir akan surut.
Para pemudik juga mesti berhati-hati ketika mengarah ke Muarae-nim-Baturaja. Sebab, meski kondisi jalan relatif bagus, tapi rawan kecelakaan. Hal itu karena jalan di lokasi tersebut sempit dan banyak tikungan seperti di daerah Simpang Meo. Jalur lainnya yang juga mesti diwaspadai di antaranya jalur La-hat-Tebing Tinggi, Tebing Tinggi-Lubuklinggau, dan Pagaralam-Tan-jung Raya.
Di Jambi, Jalur Lintas Tengah melintasi Kabupaten Surolangun, Merangin, dan Kerinci. Pemudik harus waspada ketika melintasi daerah Merangin dan Kerinci. Sebab, daerah itu rawan tanah longsor karena merupakan daerah perbukitan.
"Kami sudah melakukan antisipasi dengan menempatkan beberapa alat berat," ujar Benhard Panjaitan, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, kepada Tempo kemarin.
Sejumlah lokasi di jalur tengah juga rawan banjir, seperti di Kecamatan Pauh, Kabupaten Surolangun, Jambi.
Sepekan menjelang Lebaran, kondisi jalan lintas Sumatera, terutama Jalur Lintas Tengah, cukup baik untuk dilewati para pemudik.
Jalur itu bisa menjadi pilihan karena Jalur Lintas Timur, yang biasanya menjadi favorit pemudik karena lebih menghemat waktu, diprediksi akan lebih ramai kendaraan. Namun para pemudik yang melewati Jalur Lintas Tengah, yang terbentang mulai Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, hingga Aceh, harus berhati-hati. Sebab, meski relatif bagus, jalan ini rawan tanah longsor dan kecelakaan.
Di Provinsi Sumatera Selatan, misalnya, ada beberapa lokasi yang harus diwaspadai di sepanjang jalur tengah, yang meliputi Martapura, Baturaja, Lubuk Linggau, hingga Batas Jambi.
Menurut Junaidi, Kepala Satuan Kerja Non-Vertikal Tertentu Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Selatan Direktorat Jenderal Cipta Karya, beberapa daerah, seperti jalan ke Muaraenim-Sugiwaras, tepatnya di Desa Pandan Dulang, berpotensi banjir dan erosi. Sebab, posisi jalan tersebut sejajar dengan Sungai Enim. "Namun kami akan siapkan alat berat di beberapa titik yang, rawan longsor," katanya kemarin.
Daerah Tebing Tinggi juga harus diwaspadai. Meski kondisinya sudah cukup baik, jalan rawan longsor. Selain itu, daerah Lahat, tepatnya di kilometer 225, termasuk wilayah rawan tanah longsor mengingat daerah tersebut banyak tebing. "Longsor di sana karena kondisi geografis tanahnya curam dan ada patahan," kata Junaidi.
Selain tanah longsor, sejumlah wilayah berpotensi banjir jika hujan deras terjadi, di antaranya di daerah Gunung Megang, Muaraenim. Namun biasanya, sekitar dua jam, banjir akan surut.
Para pemudik juga mesti berhati-hati ketika mengarah ke Muarae-nim-Baturaja. Sebab, meski kondisi jalan relatif bagus, tapi rawan kecelakaan. Hal itu karena jalan di lokasi tersebut sempit dan banyak tikungan seperti di daerah Simpang Meo. Jalur lainnya yang juga mesti diwaspadai di antaranya jalur La-hat-Tebing Tinggi, Tebing Tinggi-Lubuklinggau, dan Pagaralam-Tan-jung Raya.
Di Jambi, Jalur Lintas Tengah melintasi Kabupaten Surolangun, Merangin, dan Kerinci. Pemudik harus waspada ketika melintasi daerah Merangin dan Kerinci. Sebab, daerah itu rawan tanah longsor karena merupakan daerah perbukitan.
"Kami sudah melakukan antisipasi dengan menempatkan beberapa alat berat," ujar Benhard Panjaitan, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, kepada Tempo kemarin.
Sejumlah lokasi di jalur tengah juga rawan banjir, seperti di Kecamatan Pauh, Kabupaten Surolangun, Jambi.
27 Provinsi Rawan Banjir
Banjir kiriman yang berasal dari wilayah Bogor dan sekitarnya menyebabkan meluapnya sungai Ciliwung di Kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11). Hal ini menyebabkan pengguna jalan terpaksa berhati-hati saat menyeberangi genangan air.
Hanya enam provinsi yang tidak tercatat mengalami banjir atau tanah longsor, yaitu Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Papua Barat. Meski demikian, bukan berarti di enam provinsi tersebut tidak terjadi bencana banjir atau tanah longsor. ”Bisa jadi, aparat di daerah tidak menyampaikan laporan sehingga tidak tercatat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Priyadi Kardono di Jakarta, Jumat (14/11).
Gerakan tanah
Selain banjir dan longsor, bencana alam gempa bumi dan ancaman gunung meletus terjadi di sejumlah daerah. Setidaknya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peringatan dini terkait aktivitas 10 gunung berapi.
PVMBG juga mengeluarkan data potensi gerakan tanah di 21 provinsi. Provinsi Jawa Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan dua provinsi dengan tingkat potensi longsor menengah-tinggi terbesar. ”Meski demikian, semua daerah harus mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya bencana,” kata Kepala PVMBG Surono.
Mempertimbangkan musim hujan yang belum sampai puncaknya, banjir dan longsor diperkirakan masih akan terjadi di sejumlah daerah. ”Sumatera Selatan, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat akan mulai hujan merata pada Desember mendatang,” kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Agroklimat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Soetamto.
Puncak musim hujan di Pulau Jawa diperkirakan baru akan terjadi Januari hingga Februari 2009. Peta rawan banjir dan longsor versi Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) menunjukkan perlunya kewaspadaan tingkat tinggi.
Peta itu menumpangsusunkan (overlay) kondisi geologi, perkiraan curah hujan, dan kondisi vegetasi daerah. ”Setiap tahun kerusakan lingkungan terus bertambah, baik berkurangnya vegetasi, konversi lahan, hingga terjadinya erosi,” kata Asisten Deputi III Kementerian Negara Lingkungan Hidup Urusan Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau Antung, D Radiansyah.
Peran daerah
Bencana alam yang kian merata membutuhkan peran antisipatif pemerintah daerah. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana menjadi tanggung jawab Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Tata Kerja BPBD.
”Kami bersifat mendukung pemerintah daerah, diminta ataupun tidak,” kata Priyadi.
Di daerah, cikal bakal BPBD adalah satuan koordinasi pelaksanaan (satkorlak) di provinsi dan satuan pelaksanaan (satlak) di jenjang kabupaten/kota.
Permendagri juga mengatur peran daerah untuk menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana.
Antisipasi bencana longsor dan banjir bandang di daerah bisa memanfaatkan informasi peta gerakan tanah yang dikeluarkan setiap bulan oleh PVMBG. Peta itu dikirimkan ke setiap provinsi dan kabupaten/kota agar direspons. ”Peran daerah penting untuk mengantisipasi bencana,” kata Kepala PVMBG Surono.
Kecamatan Berbak Wilayah Banjir Terparah di Tanjabtim
Puluhan desa di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi merupakan wilayah terparah dilanda banjir di wilayah Timur Provinsi Jambi. Saat ini banjir mencapai lutut orang dewasa. Banjir diwilayah itu sudah siaga satu. Pemerintah Tanjabtim juga sudah mengirimkan bantuan pangan dan sandang bagi korban banjir.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Linmas) Tanjab Timur, Zainal Arifin, Minggu (17/1) di Jambi mengatakan, laporan yang diterima Kesbang Linmas dari Satkorlak Tanjabtim, Desa Simpang, Rawasari, Rantau Makmur, Telago Limo, dan Sungairambut Kecamatan Berbak masih terisolasi banjir.
Disebutkan, kondisi terparah terjadi di Desa Rawasari. Debit air di desa itu mencapai 60-80 sentimeter. Itu sudah merendam hampir sebagian wilayah desa dengan tinggi selutut orang dewasa; merusak tanaman padi muda seluas 3 hektar, anak ayam mati sekitar 150 ekor, dan anak pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pelajar sekolah dasar (SD) diliburkan.
Banjir di Desa Rantau Makmur tercatat setinggi 50-70 sentimeter, merendam sebagian jalan desa, banyak anak ayam yang mati, dan satu rumah tenggelam. Sedangkan di Desa Telago Limo yang airnya sudah mencapai 60-80 sentimeter, merendam tiga unit rumah penduduk.
"Keadaan akibat banjir juga tidak jauh berbeda di Sungairambut. Di desa itu tanaman keras terendam air hujan namun dampak kerusakan belum ada. Daerah rawan banjir itu adalah Berbak, Rantaurasau, Dendang, Nipahpanjang, dan Sadu. Kini situasi siaga satu,"katanya
Gedung Megah Persempit Daerah Resapan Air, Pusat Kota Jambi Kini Rawan Banjir
KOTAJAMBI - Jika melewati Jembatan Makalam yang tampak hanya gedung tinggi Abadi Sweet Tower, sebuah arena permainan air untuk keluarga bergaya modern. Water Boom. Sungai Maram yang dulu menjadi daerah resapan air kini semakin terdesak oleh bangunan megah di sekitarnya. Pusat Kota Jambi itu kini menjadi rawan banjir. Musim penghujan yang sudah datang membuat warga khawatir banjir akan kembali terulang.
Seorang penduduk asli Kampung Sungai Asam Pasar Jambi, HM Salim (62), mengungkapkan, puluhan tahun silam Kampung Sungai Asam sudah ada. Sekarang penduduk asli kampung itu hanya tersisa 5 kepala keluarga (KK). Kampung itu hanya tinggal kenangan dan cerita, terkubur dan terinjak oleh gedung mewah.
Pantauan , kawasan tersebut merupakan daerah serapan air Sungai Batanghari. Jika meluap seperti beberapa belas tahun lalu, Sungai Maram tidak terganggu. Tapi kini bangunan megah ditambah water boom membuat lebar Sungai Maram cuma tersisa beberapa meter saja. Masyarakat di pinggiran Sungai Maram tidak mau berkomentar soal itu.
Selain itu, kawasan Taman Tanggo Rajo alias Ancol Jambi dulu juga merupakan daerah resapan air. Letaknya persis di pinggir Sungai Batanghari. Kawasan yang dulu terdapat pelabuhan bongkar-muat tersebut kini juga berdiri bangunan megah, World Trade Center (WTC) Batanghari, Hypermarket dan Hotel Wiltop. Semua bangunan itu mengurangi wilayah resapan air yang sangat berguna untuk mengantisipasi banjir saat musim hujan datang.
Sekedar mengingatkan, setiap Sungai Batanghari mengalami peningkatan debit air dan meluap, yang paling pertama tergenang adalah kawasan parkir di Hypermarket. LSM Pakam Jambi mensinyalir hotel-hotel berbintang di Kota Jambi tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Dari hasil investigasi kami, masih dipertanyakan apakah hotel-hotel di Kota Jambi memiliki IPAL, seperti Hotel Pundi Rezeki, Grand Hotel, Cosmo, Camar, Formosa, Wiltop, Harisman, dan Naga Prima. Kami melihat dari letak dan ruang tempat berdirinya bangunan," ujar aktivis LSM Pakam yang juga tergabung dalam Aliansi Pemerhati Pembangunan Jambi (APPJ), Fiet Haryadi, pada InfoJambi.com, belum lama ini.
Seorang penduduk asli Kampung Sungai Asam Pasar Jambi, HM Salim (62), mengungkapkan, puluhan tahun silam Kampung Sungai Asam sudah ada. Sekarang penduduk asli kampung itu hanya tersisa 5 kepala keluarga (KK). Kampung itu hanya tinggal kenangan dan cerita, terkubur dan terinjak oleh gedung mewah.
Pantauan , kawasan tersebut merupakan daerah serapan air Sungai Batanghari. Jika meluap seperti beberapa belas tahun lalu, Sungai Maram tidak terganggu. Tapi kini bangunan megah ditambah water boom membuat lebar Sungai Maram cuma tersisa beberapa meter saja. Masyarakat di pinggiran Sungai Maram tidak mau berkomentar soal itu.
Selain itu, kawasan Taman Tanggo Rajo alias Ancol Jambi dulu juga merupakan daerah resapan air. Letaknya persis di pinggir Sungai Batanghari. Kawasan yang dulu terdapat pelabuhan bongkar-muat tersebut kini juga berdiri bangunan megah, World Trade Center (WTC) Batanghari, Hypermarket dan Hotel Wiltop. Semua bangunan itu mengurangi wilayah resapan air yang sangat berguna untuk mengantisipasi banjir saat musim hujan datang.
Sekedar mengingatkan, setiap Sungai Batanghari mengalami peningkatan debit air dan meluap, yang paling pertama tergenang adalah kawasan parkir di Hypermarket. LSM Pakam Jambi mensinyalir hotel-hotel berbintang di Kota Jambi tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Dari hasil investigasi kami, masih dipertanyakan apakah hotel-hotel di Kota Jambi memiliki IPAL, seperti Hotel Pundi Rezeki, Grand Hotel, Cosmo, Camar, Formosa, Wiltop, Harisman, dan Naga Prima. Kami melihat dari letak dan ruang tempat berdirinya bangunan," ujar aktivis LSM Pakam yang juga tergabung dalam Aliansi Pemerhati Pembangunan Jambi (APPJ), Fiet Haryadi, pada InfoJambi.com, belum lama ini.
Banjir Dadakan Ancam Jambi
Kota dan kabupaten yang ada di Provinsi Jambi terancam banjir dadakan, terutama yang berlokasi di bantaran sungai karena tingginya curah hujan saat ini. Curah hujan akan terus berlanjut hingga dua bulan ke depan.
"Petugas dikerahkan dan disiagakan 24 jam untuk memonitor dan mengawasi daerah rawan banjir agar bisa memberikan pertolongan secepatnya bila terjadi banjir dadakan," katanya
Kepala BMKG Jambi Remus L Tobing, Jumat (3/12) mengatakan, kondisi cuaca yang tidak menentu, bahkan seminggu terakhir curah hujan cukup tinggi diiringi angin dan petir, rawan menimbulkan banjir dadakan.
Sejumlah desa di kota dan kabupaten di Provinsi Jambi, sering digenangi air atau dilanda banjir ketika curah hujan tinggi, sehingga dapat mengganggu aktivitas warga.
Ia mengatakan, untuk mengantisipasi korban dan meminimalisir kerugian akibat banjir, berbagai instansi terkait dan masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah antisipasi secara dini.
Dalam keterangan terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi Raflinur mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan berbagai instansi terkait sebagai upaya antisipasi meminimalisir kerugian serta mencegah jatuhnya korban jiwa.
Menteri Kehutanan Siap Canangkan Hutan Desa Di Desa Lubuk Beringin, Propinsi Jambi
Menteri Kehutanan DR (H.C) Ir. H. MS. Kaban akan mencanangkan pembentukan Hutan Desa. Pencanangan direncanakan pada tanggal 30 Maret 2009 di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi. Acara pencanangan tersebut rencananya akan dihadiri oleh Gubernur Jambi, Gubernur Bali, Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati se-propinsi Jambi, Bupati Buleleng, Bupati Sumba Timur, Bupati Rejang Lebong, dan Bupati Kepahiang, beberapa Kepala Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten/Kota, UPT Departemen Kehutanan, perwakilan negara Donor, Perguruan Tinggi, LSM, Eselon I dan II Departemen Kehutanan, mitra Departemen Kehutanan, kelompok masyarakat Hutan Desa setempat, dan masyarakat umum. Pengembangan Hutan Desa merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah untuk memberikan akses dalam mengelola hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa di sekitar hutan.
Pada pencanangan ini, akan diserahkan Penetapan Areal Kerja Hutan Desa oleh Menteri Kehutanan kepada Gubernur Jambi, dan Hak Pengelolaan Hutan Desa oleh Gubernur Jambi kepada Lembaga Desa Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi, serta SK Menteri Kehutanan tentang Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm) kepada Bupati Buleleng, Bupati Sumba Timur, serta Bupati Rejang Lebong.
Setelah acara pencanangan, akan dilakukan penanaman pohon oleh Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Para Eselon I, Gubernur, serta Bupati dan dilanjutkan dengan tinjauan lapangan ke kebun bibit masyarakat, Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air (PLTKA), serta Lubuk Larangan.
Masyarakat Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Batin Ulu III, Kabupaten Bungo telah berhasil mempertahankan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam desa di sekitarnya. Beberapa kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Lubuk Beringin dalam mengelola sumber daya alamnya antara lain melalui model agroforestry karet, pertanian sawah organik, bertanam padi serentak, pembibitan karet keluarga, lubuk larangan serta perlindungan kawasan hutan lindung dan taman nasional. Disamping hasil langsung yang didapat masyarakat seperti sadapan karet, buah-buahan, rotan, bambu, MPTS, serta tanaman pertanian, masyarakat juga memperoleh hasil tidak langsung antara lain ketersediaan air, iklim mikro, dan juga sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Hutan desa dibentuk atas pertimbangan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, serta untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari. Pembentukan Hutan Desa diawali dari usulan penetapan areal kerja hutan desa oleh Bupati/walikota kepada Menteri Kehutanan berdasarkan permohonan kepala desa. Permohonan kepala desa tersebut dilampiri peta dengan skala minimal 1:50.000 dan deskripsi kondisi kawasan hutan antara lain fungsi hutan, topografi, dan potensi. Apabila areal kerja hutan telah memperoleh penetapan dari Menteri Kehutanan, selanjutnya kepala desa mensosialisasikan kepada masyarakat dan kemudian membentuk Lembaga Desa yang akan mengelola areal kerja hutan desa yang telah ditetapkan tersebut.
Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Kriteria tersebut berdasarkan rekomendasi dari Kepala KPH atau kepala dinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. Hak pengelolaan hutan desa ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Evaluasi akan dilakukan paling lama setiap 5 tahun sekali oleh pemberi hak.
Para pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi berhak memanfaatkan kawasan antara lain melalui kegiatan usaha budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa liar, atau budidaya hijauan makanan ternak. Masyarakat juga dapat melakukan kegiatan di bidang jasa lingkungan meliputi pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau penyerapan dan atau penyimpanan karbon. Hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa antara lain rotan, madu, getah, buah, jamur, atau sarang walet, meliputi penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil. Untuk mengatur pengelolaan hutan desa, pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.
Hingga akhir tahun 2015, Departemen Kehutanan menargetkan pengembangan Hutan Desa hingga seluas 2 juta hektar. Hasil identifikasi desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan tahun 2007 yang dilakukan oleh Depertemen Kehutanan dan Biro Pusat Statistik di 15 propinsi, yaitu Sumut, Sumbar, Riau Sumsel, Bangka Belitung, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sultra, dan Maluku, terdapat 31.957 desa. Dengan rincian 1.305 desa terdapat di dalam kawasan, 7.943 berada di tepi kawasan hutan, dan 22.709 berada di luar kawasan hutan.
Catatan Banjir Sungai Batanghari Banjir, Ratusan Hektar Palawija Terendam
Jambi, - Banjir akibat meluapnya Sungai Batanghari kembali
melanda di berbagai tempat-terutama daerah aliran sungai (DAS) Batanghari-di
Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Muaro Jambi. Ratusan hektar
tanaman palawija-singkong, jagung, kacang tanah, dan kedelai-serta sayuran
(kacang panjang, terung, dan kangkung) yang ditanam di bantaran sungai sejak
Kamis (27/11) musnah terendam.
Tanaman sayuran yang sudah terendam dan yang terancam banjir itu
berusia antara satu hingga tiga bulan. Meluapnya Sungai Batanghari
disebabkan hujan turun sejak dua pekan terakhir, terutama di kawasan sebelah
hulu.
Pengamatan yang dilakukan di Desa Buluran Kenali, Penyengat
Rendah, Sijenjang, Kota Jambi, Jumat (28/11), lebih dari 1.000 hektar lahan
pertanian di bantaran sungai dan di daerah aliran sungai di Kota Jambi dan
dua kabupaten tersebut sudah terendam.
Permukaan air terus naik, sekitar 30 sentimeter setiap hari dan daerah
genangan semakin luas. Karena ketinggian air sungai terus naik, daerah
genangan di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Batanghari yang
merupakan dataran rendah semakin luas.
Hari Jumat, ketinggian air sungai terpanjang di Sumatera ini sudah
mencapai enam meter (di Kota Jambi) dari ketinggian rata-rata pada puncak
musim kemarau. Atau hanya sekitar satu meter lebih rendah dari ketinggian
rata-rata banjir tahunan.
"Umumnya masyarakat pasrah karena sudah tahu, pada bulan November
hingga April, setiap tahun air sungai naik. Meski demikian, masih ada juga
yang bercocok tanam di tepian sungai. Mereka berharap banjir datang Januari
2004," kata seorang penduduk Penyengat Rendah, Maksum (45).
Ia mengakui, akhir-akhir ini perilaku Sungai Batanghari sulit diduga.
Kadang air datang (naik) cepat, tetapi surut juga cepat.
Warna air semakin keruh, kuning kecoklatan. Itu pertanda semakin
banyak humus tanah yang hanyut terbawa air hujan ke sungai.
"Di Kota Jambi masih jarang turun hujan, tetapi di hulu hujan lebat
terus turun, air naik dengan cepat," tambah warga yang lain Mas'ud (50).
Air Sungai Batanghari sejak akhir 1980-an berulah. Air sungai dangkal
akibat terjadinya sedimentasi (pendangkalan) sekitar 0,5 juta m3 pasir,
lumpur dan material lainnya di dasar sungai setiap tahun.
Pada saat musim hujan, di dataran rendah (Kabupaten Batanghari, Muaro
Jambi, dan Kota Jambi) air naik dengan cepat, mencapai 100-125 cm sehari.
Sebaliknya, air surut dengan cepat, 100-150 cm sehari pada musim kemarau.
DAS dan bantaran sungai
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Umum Pemerintah
Provinsi Jambi H Harun Saad yang dihubungi Kompas mengatakan, Gubernur H
Zulkifli Nurdin sudah meminta kepada masyarakat yang tinggal di DAS dan
bantaran sungai agar waspada terhadap kemungkinan datangnya banjir besar
tahun ini.
"Tanaman yang sudah bisa dipanen agar secepatnya dipanen, ternak
peliharaan dijaga dan diselamatkan. Permintaan dan imbauan itu disampaikan
sehubungan dengan masuknya musim hujan dan mulai naiknya air Sungai
Batanghari dan adanya sejumlah daerah yang rawan banjir," ujar Harun.
Para bupati/wali kota yang daerahnya rawan banjir, kata Harun, telah
diingatkan oleh gubernur untuk secara terus- menerus memantau kondisi dan
situasi air sungai di daerahnya. Selain itu, masyarakat yang tinggal di DAS
dan tepian sungai diminta selalu waspada dan melakukan persiapan untuk
membantu masyarakat jika banjir datang.
Awal tahun ini, sedikitnya 200.000 hektar lahan pertanian di DAS
Batanghari di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, dan Kota Jambi terendam
banjir selama tiga bulan. Hampir semua kabupaten di Provinsi Jambi memiliki
wilayah rawan banjir.
Di Kerinci, daerah yang rawan banjir adalah Kecamatan Hamparan Rawang,
Sungai Penuh, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, dan Kecamatan
Gunung Kerinci. Kabupaten paling barat di Provinsi Jambi ini juga rawan
tanah longsor. Akibat banjir Desember 2002 di Kerinci, kerugian materiil
mencapai Rp 22 miliar.
Di Kabupatan Bungo, daerah rawan banjir berada di Kecamatan Tanah
Tumbuh, Rantau Pandan, dan Kecamatan Bungo. Adapun di Kabupaten Sarolangun,
kecamatan yang rawan banjir adalah Pelawan Singkut, Limun, dan Kecamatan
Sarolangun.
Adapun di Kabupatem Batanghari daerah yang rawan banjir adalah
Kecamatan Mersam, Muaratembesi, dan Batin XIV. Selain itu, daerah yang rawan
banjir di Kabupaten Muaro Jambi adalah Kecamatan Jambi Luar, Sekernan, Maro
Sebo, Kumpeh Hulu, dan Kumpeh Hilir.
melanda di berbagai tempat-terutama daerah aliran sungai (DAS) Batanghari-di
Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Muaro Jambi. Ratusan hektar
tanaman palawija-singkong, jagung, kacang tanah, dan kedelai-serta sayuran
(kacang panjang, terung, dan kangkung) yang ditanam di bantaran sungai sejak
Kamis (27/11) musnah terendam.
Tanaman sayuran yang sudah terendam dan yang terancam banjir itu
berusia antara satu hingga tiga bulan. Meluapnya Sungai Batanghari
disebabkan hujan turun sejak dua pekan terakhir, terutama di kawasan sebelah
hulu.
Pengamatan yang dilakukan di Desa Buluran Kenali, Penyengat
Rendah, Sijenjang, Kota Jambi, Jumat (28/11), lebih dari 1.000 hektar lahan
pertanian di bantaran sungai dan di daerah aliran sungai di Kota Jambi dan
dua kabupaten tersebut sudah terendam.
Permukaan air terus naik, sekitar 30 sentimeter setiap hari dan daerah
genangan semakin luas. Karena ketinggian air sungai terus naik, daerah
genangan di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Batanghari yang
merupakan dataran rendah semakin luas.
Hari Jumat, ketinggian air sungai terpanjang di Sumatera ini sudah
mencapai enam meter (di Kota Jambi) dari ketinggian rata-rata pada puncak
musim kemarau. Atau hanya sekitar satu meter lebih rendah dari ketinggian
rata-rata banjir tahunan.
"Umumnya masyarakat pasrah karena sudah tahu, pada bulan November
hingga April, setiap tahun air sungai naik. Meski demikian, masih ada juga
yang bercocok tanam di tepian sungai. Mereka berharap banjir datang Januari
2004," kata seorang penduduk Penyengat Rendah, Maksum (45).
Ia mengakui, akhir-akhir ini perilaku Sungai Batanghari sulit diduga.
Kadang air datang (naik) cepat, tetapi surut juga cepat.
Warna air semakin keruh, kuning kecoklatan. Itu pertanda semakin
banyak humus tanah yang hanyut terbawa air hujan ke sungai.
"Di Kota Jambi masih jarang turun hujan, tetapi di hulu hujan lebat
terus turun, air naik dengan cepat," tambah warga yang lain Mas'ud (50).
Air Sungai Batanghari sejak akhir 1980-an berulah. Air sungai dangkal
akibat terjadinya sedimentasi (pendangkalan) sekitar 0,5 juta m3 pasir,
lumpur dan material lainnya di dasar sungai setiap tahun.
Pada saat musim hujan, di dataran rendah (Kabupaten Batanghari, Muaro
Jambi, dan Kota Jambi) air naik dengan cepat, mencapai 100-125 cm sehari.
Sebaliknya, air surut dengan cepat, 100-150 cm sehari pada musim kemarau.
DAS dan bantaran sungai
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Umum Pemerintah
Provinsi Jambi H Harun Saad yang dihubungi Kompas mengatakan, Gubernur H
Zulkifli Nurdin sudah meminta kepada masyarakat yang tinggal di DAS dan
bantaran sungai agar waspada terhadap kemungkinan datangnya banjir besar
tahun ini.
"Tanaman yang sudah bisa dipanen agar secepatnya dipanen, ternak
peliharaan dijaga dan diselamatkan. Permintaan dan imbauan itu disampaikan
sehubungan dengan masuknya musim hujan dan mulai naiknya air Sungai
Batanghari dan adanya sejumlah daerah yang rawan banjir," ujar Harun.
Para bupati/wali kota yang daerahnya rawan banjir, kata Harun, telah
diingatkan oleh gubernur untuk secara terus- menerus memantau kondisi dan
situasi air sungai di daerahnya. Selain itu, masyarakat yang tinggal di DAS
dan tepian sungai diminta selalu waspada dan melakukan persiapan untuk
membantu masyarakat jika banjir datang.
Awal tahun ini, sedikitnya 200.000 hektar lahan pertanian di DAS
Batanghari di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, dan Kota Jambi terendam
banjir selama tiga bulan. Hampir semua kabupaten di Provinsi Jambi memiliki
wilayah rawan banjir.
Di Kerinci, daerah yang rawan banjir adalah Kecamatan Hamparan Rawang,
Sungai Penuh, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, dan Kecamatan
Gunung Kerinci. Kabupaten paling barat di Provinsi Jambi ini juga rawan
tanah longsor. Akibat banjir Desember 2002 di Kerinci, kerugian materiil
mencapai Rp 22 miliar.
Di Kabupatan Bungo, daerah rawan banjir berada di Kecamatan Tanah
Tumbuh, Rantau Pandan, dan Kecamatan Bungo. Adapun di Kabupaten Sarolangun,
kecamatan yang rawan banjir adalah Pelawan Singkut, Limun, dan Kecamatan
Sarolangun.
Adapun di Kabupatem Batanghari daerah yang rawan banjir adalah
Kecamatan Mersam, Muaratembesi, dan Batin XIV. Selain itu, daerah yang rawan
banjir di Kabupaten Muaro Jambi adalah Kecamatan Jambi Luar, Sekernan, Maro
Sebo, Kumpeh Hulu, dan Kumpeh Hilir.
Tujuh Kabupaten di Jambi Rawan Banji
Jambi - Tujuh kabupaten di Provinsi Jambi ditetapkan sebagai daerah rawan banjir. Ketetapan ini dikeluarkan oleh dinas sosial dan pemberdayaan masyarakat Provinsi Jambi dikarenakan ke tujuh kabupaten tersebut selalu dilanda banjir. Ketujuh kabupaten yang ditetapkan itu seperti Kabupaten Kerinci, Merangin, Sorolangung, Bungo, Batanghari, Muaro Jambi dan Tanjung Jagung Barat.
Menurut Staf Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jambi, Drs. Delmanto, Kamis (09/10/2003), untuk mengantisipasi korban banjir, para bupati di 7 kabupaten dimintai kewaspaannya. Hal ini menyusul tingginya curah hujan di provinsi tersebut.
Dikatakannya, kendala yang sering dihadapi dalam menanggulangi bencana alam ialah kurangnya koordinasi antara pemerintah kabupaten dengan dinas sosial provinsi. Kurangnya koordinasi tersebut menyulitkan bantuan kepada korban dan tidak akuratnya data korban bencana di kabupaten membuat penyaluran bantuan sulit dilakukan.
Menurut data di Dinas Provinsi Jambi, sejak Januari lalu terhitung 7 kali terjadi musibah banjir. Akibat musibah tersebut, 6000 ribu rumah hancur dengan jumlah kerugian sebesar Rp 32 milyar. Untuk itu pemerintah kabupaten diminta lebih pro aktif meminta dan melaporkan secara akurat kejadian bencan banjir daerah masing-masing ke pemerintah provinsi.
Mengenai kesiapan menghadapi banjir, Delmanto menyatakan Dinas Sosial Provinsi Jambi kini menyiapkan 30 ton beras. Dinas sosial juga akan mengusulkan tambahan bantuan 50 ton beras kepada pemerintah pusat.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Dr. Ascar Karim menyatakan, pihaknya telah menginstruksikan siaga 24 jam kepada seluruh jajaran kesehatan kota hingga tingkat puskesmas. Menurut Ascar, pihaknya telah mengajukan obat-obatan serta tenaga kesehatan tambahan
Menurut Staf Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jambi, Drs. Delmanto, Kamis (09/10/2003), untuk mengantisipasi korban banjir, para bupati di 7 kabupaten dimintai kewaspaannya. Hal ini menyusul tingginya curah hujan di provinsi tersebut.
Dikatakannya, kendala yang sering dihadapi dalam menanggulangi bencana alam ialah kurangnya koordinasi antara pemerintah kabupaten dengan dinas sosial provinsi. Kurangnya koordinasi tersebut menyulitkan bantuan kepada korban dan tidak akuratnya data korban bencana di kabupaten membuat penyaluran bantuan sulit dilakukan.
Menurut data di Dinas Provinsi Jambi, sejak Januari lalu terhitung 7 kali terjadi musibah banjir. Akibat musibah tersebut, 6000 ribu rumah hancur dengan jumlah kerugian sebesar Rp 32 milyar. Untuk itu pemerintah kabupaten diminta lebih pro aktif meminta dan melaporkan secara akurat kejadian bencan banjir daerah masing-masing ke pemerintah provinsi.
Mengenai kesiapan menghadapi banjir, Delmanto menyatakan Dinas Sosial Provinsi Jambi kini menyiapkan 30 ton beras. Dinas sosial juga akan mengusulkan tambahan bantuan 50 ton beras kepada pemerintah pusat.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Dr. Ascar Karim menyatakan, pihaknya telah menginstruksikan siaga 24 jam kepada seluruh jajaran kesehatan kota hingga tingkat puskesmas. Menurut Ascar, pihaknya telah mengajukan obat-obatan serta tenaga kesehatan tambahan
Jambi Daerah Rawan Bencana
Jambi Daerah Rawan Bencana
BPBD Siaga Peralatan[Provinsi Jambi]Provinsi JambiJAMBI - Jambi merupakan daerah rawan bencana. Oleh karena itu, penduduknya harus berhati-hati. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Zubaedy Ar melalui, Kepala Bidang Kesiapan dan Kesiagaan Penanggulangan Bencana, Zulfikri.‘’Selain faktor geografis suatu daerah, faktor alam pun bisa menyebabkan terjadinya bencana,’’ tuturnya.Ia mengungkapkan daerah-daerah yang merupakan rawan bencana di Provinsi Jambi antara lain Kabupaten Merangin dan Kerinci yang merupakan daerah rawan gempa. Selain itu Kabupaten Tanjabtim dan Tanjabar merupakan daerah rawan banjir dan angin puting beliung.Sedangkan Kota Jambi merupakan daerah langganan banjir. Untuk Kabupaten Tebo adalah daerah rawan kebakaran. “Tetapi karena saat ini musim hujan kebakaran pun mungkin tidak terjadi,” jelasnya.Mengenai potensi rawan bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) selalu memantu keadaan Provinsi Jambi melalui kerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dari pusat. Sehingga sebelum terjadi bencana pihaknya sudah bisa mengantisipasi.Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah selalu berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait di Provinsi Jambi guna mengantisipasi bila bencana melanda. Seperti bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi mengenai ketersediaan logistitik kesehatan. “Sehingga bisa meminimalisir keadaan bila bencana terjadi di Jambi, dan itupun bila yang terjadi adalah kejadian luar biasa” katanya.Untuk penanggulangan gunung merapi aktif di Kerinci pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah sudah bekerjasama dari dengan Provinsi Bandung. “Mereka telah menyediakan alat-alat pemantau di gunung merapi, sehingga kemungkinan gunung akan meletus sudah dapat diketahui,” jelasnya.Sedangkan untuk di Kota Jambi, hingga bulan Desember Kota Jambi berpotensi hujan lebat yang disertai dengan petir. Dampak dari hujan yang terus menerus dapat mengakibatkan bencana banjir. Banjir yang terjadi di Kota Jambi disebabkan karena drinase yang kurang bagus. Apalagi saat ini fungsi resapan telah beralih menjadi fungsi ekonomis. “Diperkirakan apabila tiga jam hujan melanda Kota Jambi dipastikan mengalami banjir,” paparnya. Sedangkan Daerah-daerah rawan banjir di Kota Jambi antara lain, Legok, Simpang IV Sipin, Jelutung, Lebak Bandung, Pal Merah, dan pasar. Diharapkan Pemerintah Kota Jambi memperbaiki drainase-drainase yang rusak tersebut. “Bila air menggenang tentu akan timbul lagi penyakit-penyakit yang didertita masyarakat seperti diare atau penyakit kulit,” pungkasnya.
Seluruh Propinsi di Indonesia Rawan Banjir
Membicarakan nasib lingkungan di tahun 2009, kita tidak bisa melepaskannya dari nasib lingkungan di tahun sebelumnya. Maka pikiran pun melayang ke peristiwa awal tahun 2008, di mana terjadi longsor di Tawangmangu dan Wonogiri, disusul banjir di 18 kabupaten/ kota dari 35 daerah di Jawa Tengah.Perkiraan kerugian banjir di Kota Solo mencapai Rp 22 miliar, Sukoharjo Rp 3,2 miliar, serta Sragen Rp 192 miliar. Di Kudus, dalam satu bulan dilanda dua kali banjir, antara Januari dan Februari 2008. Wilayah yang tergenang berada di daerah aliran sungai (DAS), seperti Bengawan Solo dan Jratunseluna. Sementara daerah-daerah pantura, mulai dari Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Pekalongan, Kendal, Demak, dan Jepara dilanda abrasi. Data yang dikutip Suara Merdeka (22 Desember 2008) menyebutkan, luas pantai yang rusak karena abrasi mencapai 5.582.37 hektare (ha).
Kota Semarang tak hanya digempur abrasi, tetapi juga direndam rob (banjir pasang). Makin parahnya rob membuat Pemerintah Kota sampai menyatakan angkat tangan menghadapinya. Kerugian karena banjir bukan hanya memorakporandakan infrastruktur yang mengganggu roda perekonomian, melainkan juga membuat penduduk makin terjepit dalam kubang kemiskinan. Kemerosotan daya dukung lingkungan memicu terjadinya bencana yang berujung pada kesengsaraan manusia. ( Suara Merdeka 6 Januari 2009.)
Selama Musim hujan hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak terimbas banjir. Mulai dari wilayah-wilayah di Pulau Sumatera, Pulau Djawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat,Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, serta Papua. Selain karena wilayah tersebut yang secara potensi memang merupakan daerah banjir -lihat pendekatan landsystem untuk rawan banjir-, kesalahan tata ruang dan eksploitasi hutan berlebihan juga sebagai penyebab lain terjadinya banjir. Jadi ya janganlah meneluh kalau daerah anda rawan terkena banjir, karena ratusan mungkin ribuan wilayah lainnya juga mengalami hal yang sama.
Berangkat dari permasalah banjir di Indonesia dan juga sedang dihadapi dunia, pada akhir Februari 2009, CKNet-INA sebagai jaringan kerjasama dan pengetahuan, bersama 10 Universitas di Indonesia (UI,UGM,ITB, UNDIP,UNHAS, UNAND,ITS, UNPAR,UBINUS) berkolaborasi dengan Aguajaring Malaysia dan Cap-Net akan mengadakan workshop Integrated Flood Managemen (IFM) yang bertaraf Internasional di Jakarta.
PULAU SUMATERA
Wilayah rawan banjir banjir pulau Sumatera cukup merata terutama pada sepanjang pesisir pantai utara mulai dari Propinsi Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Jambi hingga propinsi Sumatera Selatan dan Lampung.
Khusus wilayah propinsi NAD banjir seperti sebuah kejadian rutin, terbesar sekitar tahun 2000 dimana lebih dari separuh kota Banda Aceh terendam air. Beberapa desa di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya adalah rawan banjir akibat luapan sungai Krueng Tenom apabila kawasan tersebut diguyur hujan lebat selama beberapa hari. Demikian pula beberapa desa di Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan adalah rawan banjir seperti desa Lhok Raya, akibat meluapnya air sungai Krueng singkil secara tiba tiba.
Wilayah NAD secara umum dibagi menjadi 13 satuan wilayah pengelolaan DAS, dengan karakteristik spesifik yang berbeda ditinjau dari bentuk, topografi dan tutupan lahannya. Dilihat dari bentuk DAS nya saja secara sekilas kita dapat dengan mudah memahami bahwa DAS Krueng Aceh, DAS Teunom Woyla dan DAS Singkil adalah bentuk DAS yang sangat rawan bencana Banjir (lihat Gambar 1a). DAS tersebut memiliki cakupan yang luas pada bagian hulunya dan bermuara pada satu atau dua sungai utama dengan wilayah muara yang sempit. Pengamatan geofisik DAS Krueng Aceh menunjukkan betapa rawannya Kota Banda Aceh terhadap bahaya banjir.
Kota Banda Aceh merupakan daerah outlet paling ujung yang menerima semua aliran air dari semua arah mulai dari hulu hingga hilir dalam DAS Krueng Aceh yang memiliki luas area 197.354,5 hektar dan Krueng Aceh sebagai outlet utamanya
Propinsi Sumatera Utara, daerah-daerah pesisir utara mulai dari Pangkalanbfrandan, tanjungpura hingga Belawan merupakan daerah rawan banjir. Demikian pula daerah lubuk pakam, Sei rampah, dan sepanjang muara sungai Asahan seperti Indrapura dan kualatanjung, tanjungbalai, Rantauprapat hingga menjorok ke Labuhanbilik merupakan daerah berpotensi rawan banjir.
Daerah sepanjang dataran rendah sekitar Kota Pekanbaru hingga sepanjang aliran sungai rokan kiri dan rokan kanan dan ke timur wilayah aliran sungai Kampar adalah daerah rawan banjir, termasuk pulau Bengkalis dan sebagian pulau Rangsang di propinsi Riau.
Untuk Propinsi Jambi mulai dari Kota Rengat, Tembilahan, sekitar pulau Basu hingga Kuala tungka dan sekitarnya. Demikian pula kota Jambi dan daerah dataran rendah sepanjang DAS sungai Hari mengarah ke Simpang lima dan Kampung laut juga daerah yang rawan tergenang.
Daerah rawan banjir di propinsi Sumatera selatan cukup luas mencakup area seperti Pulau Rimau dan daerah sekitarnya, Kota Palembang, Sungai gerung, hingga ke tanjung Lumut, termasuk wilayah sekitar Prabumulih dan muara-muara sungai yang menjorok ke selat Bangka.
PULAU KALIMANTAN
Wilayah Kalimantan pada umumnya mulai mengalami banjir pada bulan Oktober, hingga Desember dan Januari hingga April. Daerah berpotensi banjir umumnya terjadi pada bentukan lahan berupa dataran bajir dan dataran alluvial dengan kondisi topografi yang datar dengan kemiringan lereng kurang dari 2%, dan drainase lambat. Daerah rawan banjir paling luas dijumai di propinsi Kalimantan Tengah meliputi beberapa kecamatan sepanjang Sungai Barito dan Kapuas meliputi kabupaten seperti Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Kapuas, Katingan, KotaWaringin Barat dan Timur, Lamandau, Murung Raya, Palangkaraya, Pulau Pisau, Seruyan, dan Sukamara. Luas total daerah berpotensi banjir sekitar 3,5 juta (ha) atau seperti wilayah propinsi.
Kalimantan Barat mempunyai daerah berpotensi banjir cukup besar setelah Kalimantan Tengah. Sebaran daerah rawan banjir terutama meliputi kecamatan-kecamatan sepanjang muara sungai Kapuas . Demkian pula beberapa kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Sambas seperti Teluk Keramat, Kota Singkawang, Menpawah hingga Kota Pontianak. Pulau Padang Tikar dan Pulau Maya juga merupakan daerah yang berpotensi rawan banjir.
Wilayah rawan banjir pada Kalimantan Selatan dan Kalimantan timur relatif sedikit. Namun beberapa kecamatan di Kalimantan Selatan tampak berpotensi banjir seperti Kecamatan Simpang empat dan Martapura di kabupaten Banjar. Demikian pula pada beberapa kecamatan di Kabupaten Barito Kuala seperti Tabukan dan Tabunganen juga mempunyai daerah berpotensi banjir. Beberapa kecamatan di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan, HUlu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tanah Laut termasuk kota Banjarmasin juga termasuk daerah rawan banjir. Untuk Kalimantan Timur sebaran daerah rawan banjir, meliputi Kabupaten Kutai, Kutai Barat dan Timur, Nunukan, Malinau, Tarakan, Kota Balikpapan dan Samarinda.
PULAU SULAWESI
Dua kabupaten di propinsi Gorontalo merupakan daerah rawan banjir yaitu Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo, terutama terjadi akibat meluapnya sungai Bone, Bolanga da Limboto.
Wilayah propinsi Sulawesi Utara daerah rawan banjir terdapat di daerah sekitar Minahasa dan sepanjang aliran sungai Bolaang Mongondow. Sebaran banjir terbanyak pada wilayah di propinsi Sulawesi Selatan meliputi kabupaten Baru, Bone, Gowa, Luwu, Mamuju, Maros, dan Pangkajene termasuk kota Makasar. Demikian pula dearah sepanjang teluk Bone meliputi
Watampone, Palopo dan Masamba.
Wilayah rawan banjir di Propinsi Sulawesi tengah meliputi kabupaten Banggai dan Banggai kepulauan. Sepanjang danau Poso, dan daerah sepanjang muara sungai Pasang kayu mendekati Tanjung Kaluku dan sepanjang teluk Tomori terutama daerah Dongi hingga lingkobu
Daerah Banjir pada propinsi Sulawesi tenggara umumnya tersebar pada wilayah sekitar rawa Aopa Watumohae dan sepanjang danau Towuti
BALI, KEPULAUAN NUSA TENGGARA DAN SEKITARNYA
Ditinjau dari karakteristik sistem lahan yang ada, wilayah rawan banjir pada kepulauan Bali, Nusa Tenggara dan sekitarnya adalah sedikit. Sebaran daerah rawan banjir hanya meliputi kurang dari 10 % wilayah yanag ada. Seperti di pulau Lombok hanya tersebar sekitar kota Mataram, pulau Sumbawa hanya meliputi sebagain kecil daerah Taliwang, dan spot-spot kecil tersebar antara daerah Labu Sumbawa sampai Plampang, Dumpo dan Raba.
Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur juga demikian, wilayah rawan banjir tersebar secara spot-spot kecil dengan penyebaran secara umumnya di pulau Timor , meliputi daerah Kupang dan Atambua dan Besikama sekitar Tanjung Wetah.
PULAU JAWA
Secara umum pantai utara pulau Jawa menunjukkan wilayah yang secara alami mempunyai karakteristik sistem lahan yang merupakan wilayah rawan banjir. Banjir terjadi sejak awal-awal musim hujan, sekitar mingu ke tiga bulan Oktober. Demikan pula pada sebagaian wilayah selatan pulau Jawa wilayah sekitar Segara anakan dan Cilacap, Kebumen hingga Purwodadi.
Wilayah pantai Utara Jawa mulai propinsi Jawa Barat me;iputi daerah Cilegon, Tangerang, dan terbesar berada pada kawasan bekasi dan karawang merupakan wilayah berpotensi rawan banjir termasuk daerah bandara Internasional Sukarno Hatta, Jakarta . Demikian ula sebagian wilayah di Ujung kulon, sekitar tanjung Lesung seperti pagelaran dan citeureup, sebagian Kota Bandung dan Cimahi adalah daerah yang secara alami rawan banjir.
Wilayah banjir di propinsi Jawa tengah dan jawa Timur umumnya tersebar pada pantai Utara yang sebagian besar masuk dalam wilayah DAS Bengawan Solo. Wilayah pantai Utara sepanjang pantai Utara di Propinsi Jawa Barat diantaranya adalah Cirebon , Brebes, Tegal hingga Pekalongan. Sementara wilayah pnatai utara Jawa Tengah meliputi pula Kota Semarang, Demak, Pati Kudus hingga Rembang. Daerah lain yang masih terpengaruh oleh aliran DAS Bengawan Solo juga merupakan daerah rawan banjir, seperti Sragen, Ngawi, Cepu, Bojonegoro sampai ke Lamongan. Demikian pula Kota Surabaya dan kota-kota sekitarnya seperti Sidoarjo, Monjokerto, dan Pasuruan. Untuk pulau Madura wilayah yang berpotensi banjir meliputi kota Bangkalan, Karangtengah, Pamekasan dan Sumenep.
Khusus DKI Jakarta, lebih dari separuh wilayah Jakarta adalah berpotensi banjir khususnya wilayah Jakarta Utara. Beberapa sungai dari wilayah Bogor bermuara ke Jakarta seperti sungai Cisadane dan Ciliwung. Untuk mengetahui potensi rawan banjir dalam skala yang lebih besar untuk wilayah Jakarta dan kota-kota besar lainnya pendekatan geomorfologi sistem lahan tidaklah mencukupi. Diperlukan informasi lain seperti rata-rata curah hujan dasarian, tata guna lahan sekala besar serta peta topografi.
KEPULAUAN MALUKU DAN SEKITARNYA
Wilayah rawan banjir di kepulauan Maluku dan sekitarnya menyebar mulai dari Pulau Morotai, Pulau Halmahera, P Obi dan pulau Sula di propinsi Maluku Utara hingga pulau Yamdena selatan dan kepulauan Aru Propinsi Maluku. Di pulau Seram sendiri, wilayah potensi rawan banjir meliputi daerah sepanjang pantai uatara mulai dari Wahai, Pasahari, KobiHati, hingga Kutar. Demikian pula wilayah sepanjang teluk Elpaputih terutama daerah Masohi dan Makariki.
KEPULAUAN PAPUA
Wilayah potensi banjir di wilayah Papua menyebar merata di sepanjang pantai Utara dan selatan pulau papua. Wilayah rawan banjir di sekitar kepala tanduk pulau Papua dapat ditemui mulai dari pulau Salawati, kota Sorong, Teminabuan sampai Bintuni yang merupakan bagian dari daerah aliran sungai Kamundan, Kais dan Timbuni.Diwlayah punggung papua mulai dari kota Nabire, Asori, Pamdai, Teba sapai kota Sarmi secara geomorfologis juga merupakan daerah yang rawan banjir. Wialayh tersebut merupakan bagian dari DAS Membramo. Demikian pula untuk wilayah lembah Wamena yang masih terpengaruh oleh wilayah DAS Membramo, khususnya sepanjang sungai Idenburg dan sungai Tariku.
Di Selatan sepanjang pantai yang merupakan wilayah berawa mulai dari kota Timika, Agats, Birufu dan daerah sekitar wilayah DAS Sungai Baliem merupakan daerah yang secara alami berpotensi banjir. Demikian pula sepanjang sungai Digul mulai dari Abemare, Mapi, dan Nuweh termasuk sebagian wilayah di pulau Yos Sudarso merupakan daerah rawan banjir
244 Desa di Darah Aliran Sungai Batang Hari Rawan Banjir
Jambi : Musim hujan telah tiba, bagi masyarakat yang berada di DAS Batang Hari itu berarti harus bersiap menghadapi banjir dan tanah longsor. Dari data yang terdapat di Dapertemen Kimpraswil, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari terdapat 244 desa termasuk daerah rawan dan berpotensi banjir. Meliputi kawasan pertanian dan pemukiman yang diperkirakan seluas 180.305 hektar. Dari luasan ini, 78 persen merupakan daerah pemukiman.
Sedangkan daerah rawan longsor lebih banyak terdapat di daerah hulu DAS Batang Hari. Daerah yang rawan longsor diantaranya Lintasan Danau Diatas - Lubuk Gadang, seperti daerah Air Dingin, Gunung Rasam, Patal, sebelah selatan Bukit Buayan. Gunung Kerinci dan sekitarnya, Selatan bukit Simpang, Bukit Lintang dan selatan Bukit Basunglolo, juga merupakan daerah rawan longsor. Daerah rawan lainnya adalah Daerah Danau Kerinci, yaitu daerah Pungut Mudik, sebelah Timur Bukit Pandan, Pulau Sangkar. Di perbatasan Kerinci dengan Merangin juga terdapat daerah yang rawan longsor yaiti Lintasan Danau Daerah Pondan Lapanggan, Lubuk Telung, sebelah timur Bukit Sungai Kuyut. Sedangkan di Kabupaten Merangin daerah rawan longsor terdapat di daerah Bukit Maras, Bukit Pungung, Bukit Telanti dan Sikuncing.
Diperkirakan musim hujan yang akan jatuh pada akhir tahun ini dan awal tahun depan, juga berpotensi menimbulkan banjir dan tanah longsor di DAS Batang Hari. Dari trend yang ditunjukkan tahun ke tahun, frekuensi kejadian banjir mengalami kecenderungan meningkat. “Hal ini disebabkan karena semakin kritisnya DAS Batang Hari,”sebut Mahendra Taher Deputy Direktur KKI Warsi.
Terjadinya banjir akibat meluapnya sungai Batang Hari menunjukkan telah rusaknya daerah tangkapan dan resapan DAS Batang Hari. Persoalan diperparah dengan penyempitan penampang sungai akibat sedimentasi yang memicu daya tampung sungai yang semakin rendah, terutama di tengah dan hilir DAS. Rusaknya daerah hulu DAS karena penebangan hutan secara liar (illegal logging), mapun penebangan yang dilakukan secara berlebihan yang dilakukan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan perubahan pemanfaatan lahan dari kawasan hutan lindung menjadi kawasan budidaya (seperti perkebunan, pertambangan, permukiman, pertanian dan lain-lain). Penurunan daya dukung DAS Batang Hari ini tidak hanya dirasakan ketika musim hujan tiba, tapi juga telah dirasakan ketika musim kemarau air sungai surut secara dratis dan terjadinya kekeringan di sumur-sumur warga.
“Pokok permasalahan yang dihadapi DAS Batanghari adalah telah terjadinya kerusakan ekosistem DAS Batanghari yang ditandai oleh terjadinya banjir, longsor, lahan kritis dan sedimentasi, serta kualitas air sungai yang makin menurun,”kata Mahendra.
Penyebabnya adalah faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan hukum, serta sistem sosial budaya. Faktor alam berkaitan dengan kondisi alam yang ada seperti jenis tanah, geomorfologi, iklim, kondisi geologi, dan karakteristik sungai.
Disebutkannya, dari analisa peta citra satelit yang dilakukan KKI Warsi tutupan hutan di DAS Batang Hari hanya tinggal 1,2 juta hektar saja, atau hanya 22,24 persen dari 4,9 juta hektar luas DAS Batang Hari. Padahal dalam UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan disebutkan bahwa tutupan minimal hutan disuatu DAS minimal 30 persen, hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi lingkungan. “Akibat tutupan hutan yang sudah jauh berkurang dengan yang ditetapkan di UU, kita sudah merasakan dampak-dampak yang ditimbulkan,”kata Mahendra.
Disebutkan Mahendra penanganan yang dilakukan selama ini cenderung bersifat teknik dan sektoral, seperti pembangunan turap, normalisasi sungai dan sebagainya. Sehingga dampak kerusakan DAS dirasakan berulang sejak beberapa tahun terakhir. “Harusnya penanganan harus dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir, serta juga menghindari penanganan yang bersifat sektoral dan teknis saja,”katanya.
Selain itu, juga penting adanya kebijakan dan kelembagaan yang mendukung pengelolaan sumberdaya alam DAS Batang Hari dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan kearifan lokal masyarakat. Salah satu yang sangat mungkin dilakukan adalah melalui perbaikan pola pemanfaatan lahan (tata ruang) di DAS Batanghari. Keberadaan tutupan hutan secara seimbang dalam wilayah DAS sebagaimana yang diamanatkan UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan dalam wilayah DAS paling tidak menyisakan tutupan hutan minimal 30 persen untuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah bahaya-bahaya lingkungan.
Selain itu kebijakan pemerintah juga diharapkan mengarah kepada pengelolaan sumberdaya alam yang lestari. Seperti saat ini KKI warsi bekerjasama dengan DPRD dan Dinas Kehutanan Sarolangun tengah mendorong lahirnya Peraturan Daerah Pengelolaan Sumberdaya Alam bersama masyarakat yang berbasiskan daerah aliran sungai. “Dengan adanya perda ini, kita harapkan pengelolaan sumberdaya alam tidak hanya diarahkan untuk peningkatan ekonomi saat ini, akan tetapi juga untuk keberlangsungan dan ketersediaan sumberdaya alam untuk anak cucu kit,”sebut Taher sembari mengharapkan 12 kabupaten/kota yang masuk ke DAS Batang juga membuat kebijakan yang berpihak pada pengelolaan sumberdaya alam lestari
Langkah ini penting untuk penanganan DAS Batang Hari yang kritis, DAS Batang hari mempunyai luas daerah tangkapan air (catchment area) ± 4,9 juta hektar, merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia. Secara administrasi pemerintahan, sebagian besar DAS Batanghari berada di wilayah Provinsi Jambi (bagian hulu, tengah dan hilir DAS), sisanya berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau (hulu DAS). Akibatnya kerusakan DAS Batang Hari tidak hanya terjadi di daerah hulu, wilayah tengah dan hilir DAS Batanghari juga telah mengalami kerusakan. Kerusakan di wilayah tengah dan hilir disebabkan kegiatan industri (industri pulp, penggergajian kayu, industri minyak), perkembangan permukiman dan kegiatan perkotaan yang berada di sepanjang alur Sungai Batanghari. Kerusakan DAS Batanghari, selain menyebabkan banjir dan kekeringan, telah mengganggu pula kegiatan sosial ekonomi masyarakat sehari - hari dalam memanfaatkan air sungai dan mengganggu prasarana transportasi sungai. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan upaya - upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem DAS Batanghari, dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Akumulasi dari kegiatan yang kurang memperhatikan aspek ekologis di daerah aliran Sungai Batanghari, menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas air Sungai Batanghari. Meningkatnya sedimentasi akan menyulitkan upaya pembangunan pelabuhan samudera di Muara Sabak. Pelabuhan ini direncanakan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dengan akses ke kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Singapura - Batam – Johor.
Dalam skala yang lebih kecil, kerusakan DAS Batanghari juga akan mengancam keberadaan Batanghari Irrigation Project (BHIP) untuk mengairi areal sawah seluas 18.936 hektar pada 35 (tiga puluh lima) desa di Provinsi Sumatera Barat dan 5 (lima) desa di Provinsi Jambi. Ancaman serupa juga terjadi terhadap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada Sub DAS Merangin dengan kapasitas 180 Mega Watt (MW) untuk memasok kebutuhan listrik regional dan Provinsi Jambi.
Melihat pentingnya peranan DAS Batanghari dan permasalahannya, sudah saatnya dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi atau mengurangi frekuensi terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor. Solusi untuk mengurangi banjir dan dampaknya adalah penyelamatan DAS Batanghari mulai dari hulu sampai ke hilir. Pengelolaan yang tepat adalah melalui pendekatan bioregion, cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi/politis, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan sistem ekologisnya.
Tim Inventarisir Turun Ke Senyerang
Mendata Penduduk dan Pemetaan Kawasan Hutan
Sesuai tugasnya, tim akan melakukan pendataan lahan APL (diluar kawasan hutan produksi), pemetaan lahan 4000 hektar yang akan dimitrakan, dan mendata penduduk asli yang akan mendapat pembagian lahan tersebut. Pantuan harian ini kemarin, tim selesai melakukan pemetaan dan inventarisir penduduk sekitar pukul 16.00. Tim akhirnya kembali dan dalam pengawalan Polres Tanjab Barat
SENYERANG - Tim inventarisir yang ditugaskan Gubernur Jambi akhirnya tiba di Kanal 19 kemarin (24/2). Tim ini memang telah ditunggu-tunggu warga Senyerang. Mereka tiba di Kanal 19 sekitar pukul 11.30, berjumlah 10 orang.
Sebelum tim datang, aparat kepolisian sudah bersiaga di Kanal 19. Ini sebagai upaya korps baju coklat mengantisipasi gesekan antara warga dan pihak security PT Wira Karya Sakti (WKS) di Kanal 19.
Setelah rehat sebentar tim melakukan tugasnya. Mereka didampingi perwakilan warga, ada 20 orang, dalam menjalankan aktifitasnya di Kanal 19 ini.
Untuk pengukuran lahan di dalam kawasan hutan, mereka terpaksa dibagi menjadi dua regu. Sedangkan pengukuran Areal Penggunaan Lain (APL) di luar kawasan hutan produksi, belum dilakukan, karena perwakilan dari BPN Provinsi Jambi maupun BPN Tanjab Barat tidak hadir. Sedangkan pendataan penduduk langsung dilakukan. Dalam mendata, tim didampingi ketua Persatuan Petani Jambi (PPJ) Provinsi Jambi Aidil putra dan ketua PPJ Senyerang M Hatta serta beberapa warga Senyerang.
Salah satu tim pemetaan kawasan yang disengketakan, Chairullah Sofa (Kasi Rencana Teknis Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) kepada harian ini, menjelaskan, kedatangan tim ke Kanal 19 merupakan kelanjutan dari hasil pertemuan antara warga dan Pemprov Jambi pada 21 Februari lalu di kantor Gubernur Jambi.
Chairullah mengatakan, sementara ini, tim belum bisa menentukan luas 4000 ha yang akan dijadikan sebagai peta usulan untuk pengajuan ke Menhut pada 3 Februari mendatang. Namun pihaknya akan mengolah data itu.
“Sekarang ini kita sedangkan mengumpulkan data-data, titik koordinat, dimana saja kebun masyarakat yang ada di kawasan. Setelah itu akan kita buatkan peta usulan, untuk diajukan lagi ke Menhut. Kerja tim ini melibatkan semua pihak, termasuk perwakilan masyarakat dan ketua PPJ Provinsi Jambi,” jelasnya.
Untuk pemetaan kawasan, pihaknya menerjunkan empat personil. Pemetaan ini dibagi menjadi dua regu.
Chairullah yang didampingi Kasi Penataan Kawasan Hutan Endang kemarin langsung menghidupkan alat pelacak GPS (global positioning system) mulai dari Kanal 19 dan bergerak menuju Parit Mursid. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Parit Lapis Cikpah dan Parit Cikpah. Sampai di Parit Cikpah, mereka melanjutkan perjalanan dengan perahu kecil menuju Parit Galuh dan sampai ke Kanal 16.
“Kita akan mengambil sampel-sampel koordinat, dan nantinya akan dibuatkan peta usulan,” ujarnya.
Tim lainnya, Syahdimal dari Biro Ekbang SDA Setda Provinsi Jambi mengatakan pihaknya membutuhkan data kependudukan Senyerang sesuai hasil rapat Senin lalu di kantor Gubernur Jambi. Untuk tabulasi data, akan dikoordinasikan dengan ketua PPJ dan Camat Senyerang.
“Untuk mendata 2000 penduduk tidak bisa selesai hari ini. Makanya, kami hanya meminta data dari kecamatan dan disinkronkan dengan data PPJ. Sebelum tanggal 3 Maret 2011, data itu sudah harus rampung,” kata Syahdimal kemarin di Kanal 19, Kecamatan Senyerang.
Advokasi PPJ Tawaf Ali, mengatakan kedatangan tim disambut baik oleh warga dan PPJ. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Jambi telah serius menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung lama.
“Saya juga termasuk tim, nanti secara bersama-sama kami melengkapi data-data, termasuk data penduduk Senyerang terkait dengan 4000 ha lahan yang akan dimitrakan itu,” katanya.
Polres Tanjab Barat SiagaTugas yang dijalankan tim inventarisir dari Provinsi Jambi kemarin berjalan lancar. Sebelumnya, tim berencana datang ke Senyerang pada Rabu (23/2). Hanya saja, tim batal turun mengingat beredar isu bahwa Senyerang tidak kondusif. Akhirnya, kemarin Polres Tanjab Barat meminta perwakilan warga Senyerang membuat pernyataan dan menjamin kelancaran kerja tim.
Menurut Kapolres Tanjab Barat AKBP Mintarjo melalui Kabag Ops Kompol Edy Anwar, personil yang diturunkan berkisar 50 personil, yang terdiri dari satuan Semapta, Sat Intelkam Tanjab Barat.
Pihaknya melakukan pengawasan ketat, agar tim bekerja secara lancar tanpa ada gangguan. “Ya kita lakukan pengamanan saja, dan mengantisipasi adanya kerawanan pada saat tim datang ke Senyerang. Sebelumnya, beredar isu bahwa Senyerang tidak kondusif, makanya kita lakukan antisipasi,” paparnya.
Jumat, 25 Februari 2011
Ngarai Sihounok / Sianok, Ngarai Tekenal di Indonesia
Di indonesia pun terdapat Ngarai tersohor yaitu Ngarai Sianok di Bukit Tinggi Sumatra Barat. Ngarai itu menyatu dengan tempat wisata lain yaitu lobang Jepang. Ngarai ini adalah lembah curam atau jurang yang merupakan bagian dari patahan Semangko yang memisahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang.
Patahan ini membentuk dinding curam, membentuk lembah hijau yang di aliri sungaio sianok yang beralir jernih. Lembah membentang memanjang dan berkelok dari selatan ngarai kota Gadang sampai di ngarai Sianok enam suku., berakhir sampai palupuh. Panjangnya 15 km dengan lebar sekitar 200 meter dengan kedalaman 100 meter.
Di zaman Belanda banyak kerbau liar hidup di dasar ngarai. jadi daerah itu sering di sebut kerbauen gaat. Pada masa penjajahan Jepang ngarai itu menjadi tempat pembuangan romusha yang mati, di buang melalui ujung lubang persembunyian. di sana terdapat fauna antara lain monyet ekor panjang, siamang simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
Di sana tumbuh juga tumbuhan langks seperti rafflesia. o ya, gempa berkekuatan 5.8 skala ricther di sumatra barat pada 6 Maret 2007 lalu telah melongsorkan 2/3 ngarai,
Patahan ini membentuk dinding curam, membentuk lembah hijau yang di aliri sungaio sianok yang beralir jernih. Lembah membentang memanjang dan berkelok dari selatan ngarai kota Gadang sampai di ngarai Sianok enam suku., berakhir sampai palupuh. Panjangnya 15 km dengan lebar sekitar 200 meter dengan kedalaman 100 meter.
Di zaman Belanda banyak kerbau liar hidup di dasar ngarai. jadi daerah itu sering di sebut kerbauen gaat. Pada masa penjajahan Jepang ngarai itu menjadi tempat pembuangan romusha yang mati, di buang melalui ujung lubang persembunyian. di sana terdapat fauna antara lain monyet ekor panjang, siamang simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
Di sana tumbuh juga tumbuhan langks seperti rafflesia. o ya, gempa berkekuatan 5.8 skala ricther di sumatra barat pada 6 Maret 2007 lalu telah melongsorkan 2/3 ngarai,
Aktivitas Galian C Percepat Erosi Pinggir Lematang
SUNGAI Lematang yang berubah menjadi dua aliran akibat banyaknya penambangan galian C di hilir sungai.
Pengamatan di lapangan Rabu (28/4) aliran Sungai Lematang di kabupaten Lahat semakin hari kian melebar. Masyarakat di sekitar Sungai Lematang mengakui adanya pelebaran tersebut. Menurut mereka, pelebaran terjadi akibat banyaknya penambangan galian C yang terus mengeruk pinggiran sungai dengan menggunakan alat berat.
“Aliran sungai ini memang semakin hari semakin melebar. Penambangan dengan alat berat yang terus mengikis pinggiran sungai yang menjadi penyebab utamanya,” ungkap Harman (43) warga pasar Bawah Lahat.
Menurutnya, jika hanya mengambil batu, koral serta pasir dengan cara tradisional, pelebaran sungai bisa dihindari. Berbeda dengan penambangan yang dilakukan dengan alat berat yang terus mengeruk pinggiran sungai. penambangan tradisional yang dilakukan warga kata dia, hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan untuk memperkaya diri.
Hasyim (35) warga lainnya mengaku khawatir dengan keberadaan pemukiman warga yang ada di sekitar Sungai Lematang. Menurutnya, bukan tidak mungkin beberapa tahun yang akan datang Sungai Lematang akan terus mengalami pelebaran akibat banyaknya penembangan galian C. Menurutnya, Pemerintah harus memperhatikan dan mengeluarkan peraturan agar kondisi Sungai Lematang bisa tetap terjaga.
“Ada beberapa wilayah yang sangat rentan jika terus dilakukan penambangan. Seperti di sekitar jembatan lembayung. Saat ini kondisi sungai di sekitar jembatan semakin melebar. Bukan tidak mungkin nantinya akan menyebabkan jembatan tersebut ambruk,” katanya.
Menurutnya, harus ada perhatian serius dari pihak pemerintah untuk mengantisipasi dampak dari penambangan galian C tersebut. “Sangat banyak dampak dari galian C ini. Pemerintah harus tegas dan dalam hal ini,” harapnya.
Sedimentasi Sungai di Indonesia
Problem erosi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Bagaimana tidak?. Lihat saja kondisi sedimentasi di sungai Citandui yang mencapai 5 juta m2 kubik. Rekor tertinggi dibanding sungai-sungai lainnya namun juga masih dengan kisaran angka yang tinggi. Jadi, jangan berharap untuk melihat kebeningan sungai ataupun pantai, apalagi di kawasan pulau Jawa.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencenmaran Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, Subandono Diposantono, sebagaimana ditulis Media Indonesia. Akibat sedimentasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi di pantai-pantai. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan dan Jawa menjadi dangkal.
Sungai Citandui, Jawa Barat memecahkan rekor dengan sedimentasi pertahun yang terbawa aliran sungai ini mencapai 5 juta m2 kubik. Sementara, sungai Cikonde mencapai 770 ribu meter kubik yang diendapkan di Segara Anakan. Sedimentasi sungai Barito mencapai mencapai 733 ribu m2 kubik yang diendapkan di pelabuhan pelabuhan Banjarmasin, Kalimantan. Sedang sungai Mahakam, Kalimantan sedimentasinya mencapai 2,2 juta m2 kubik.
Tinnginya sedimentasi ini mengakibatkan upaya pengerukan di pantai-pantai, terutama yang berfungsi untuk pelabuhan jadi membutuhkan dana besar. Contohnya, pengerukan di pelabuhan Tanjung Perak , Surabaya sampai sepanjang 25.000 meter, pelabuhan Belawan, Medan mencapai 13.500 meter, Palembang 28.000 meter, Banjarmasin 15.000 meter, Samarinda 20.000 meter, Pontianak 11.250 meter, Jambi 17.000 meter, Sampit 27.000 meter dan pelabuhan Pulai Pisa 19.000 meter. Akibat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai di Indonesia ini disamping juga adanya erosi, tak kurang dari 124 pantai di Indonesia akhirnya mengalami kerusakan.
Pantai di Aceh, contohnya tak kurang dari 34 pantainya mengalami kerusakan. Selain karena sedimentasi, juga karena adanya pemukiman, pariwisata dan pembukaan tambak. Di Jawa Barat, pantai yang mengalami erosi mencapai 28 pantai. Sedang DKI Jakarta, tak kurang 8 pantai yang mengalami erosi. Memang, erosi pantai tak semata-mata karena sedimentasi. Namun, sedimentasi sungai mempunyai pengaruh besar terhadap erosi pantai. Keadaan ini sebenarnya amat memprihatinkan. Sayang, pemerintah kita kurang peduli terhadap peristiwa ini. Pemda DKI saja sanggup untuk merenovasi Patung “Selamat datang” di bundaran HI dalam rangka menyambut HUT DKI bulan ini dengan biaya tak kurang dari 14 miliar. Namun, sayang tak ada dana untuk mejernihkan sungai Ciliwung yang coklat kelam ataupun kanal-kanal lainnya di pinggiran Jakarta yang tak lagi cokelat, tapi telah hitam kelam , bahkan. Mungkin bau tak sedap Ciliwung tak sempat terhirup para pejabat, hingga kurang dirasa perlu untuk membuatnya jernih kembali.
Banjir di Cirebon Akibat Sedimentasi Sungai Cisanggarung
SUMBER, (PRLM).- Sering terjadinya banjir di wilayah Kabupaten Cirebon bagian timur selama ini, dipastikan akibat dari endapan lumpur yang cukup tinggi di alur Sungai Cisanggarung yang melintasi daerah tersebut. Namun, hingga saat ini pemerintah melalui dinas terkait belum melaksanakan pengerukan di sungai yag berhulu di Kabupaten Kuningan tersebut.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengelolaan Sumber Daya Air (PU-PSDA) Kab. Cirebon, Achsanudin Adhi, salah satu penyebab bencana banjir di sejumlah kecamatan yang ada di wilayah bagian timur Kab. Cirebon itu yang sering terjadi yaitu karena sudah tingginya sedimentasi di Sungai Cisanggarung maupun anak-anak dari sungai tersebut. Untuk melakukan normalisasi (pengerukan-red) secara total agar tidak terjadi banjir, tentunya diperlukan anggaran yang sangat besar.
"Akibat pengendapan lumpur yang setiap tahunnya mencapai 50 cm, sungai tidak mampu menahan debit air yang meningkat pada saat musim hujan sehingga air pun gampang meluap dan bisa menjebol tanggul sungai," kata Adhi, Senin (22/3).
Diakui Adhi, banjir yag terjadi belum lama ini mengakibatkan tanggul sungai di yang melintasi Desa Cilengkrang, Kecamatan Pasaleman, jebol memanjang hampir sepanjang 500 meter. Sementara di Desa Tawangsari, Kecamatan Losari, tanggul yang jebol jauh lebih parah, yakni mencapai hampir 3 km.
PU PSDA Kab. Cirebon sebetulnya telah melakukan koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS-CC) untuk memperbaiki infrastruktur irigasi yang rusak tersebut, namun, karena bukan kewenangannya, dan membutuhkan anggaran yang sangat besar hingga belum terealisasi.
Disebutkan, saat ini hampir 60 persen sarana irigasi di Kabupaten Cirebon kondisinya sudah rusak. Dengan adanya anggaran yang hanya Rp 12 miliar, Adhi mengaku kesulitan untuk melakukan rehabilitasi, pemeliharaan maupun melakukan penanggulangan darurat pada sekitar 60 KM saluran irigasi yang ada di Kab. Cirebon.
Warga Desa Naga Kesiangan, Mereka Dapat Perlakuan Berbeda Dua Perkebunan
Minggu (14/11), penulis bersama teman dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu-Ular Dinas Kehutanan Sum. Utara, serta beberapa teman lainnya dari Forum DAS Padang, menyusuri perkampungan di bantaran Sei Padang. Satu di antara desa tepian sungai yang kami susuri, adalah Desa Naga Kesiangan, Kec. Tebingtinggi, Kab. Serdang Bedagai.
Tujuh dusun di desa itu, semua berada di tepian Sei Padang dengan kondisi tanah perbukitan. Jumlah penduduknya mencapai 3100 jiwa dari 897 kepala keluarga. Hanya bedanya, enam dusun yakni Dsn. I, III, IV, V, VI dan VII, berada di sisi sebelah aliran Sei Padang dan satu dusun lagi, yakni Dsn. II berada di seberang sungai yang terpisah dari keenam dusun itu. Keenam dusun, selain berdampingan dengan Sei Padang juga berbatasan dengan areal Kebun Pabatu PTPN IV. Sedangkan Dsn. II berbatasan dengan areal Kebun Gn. Pamela PTPN III.
Perbedaan bertetangga dengan perkebunan, ternyata bermakna besar bagi kehidupan dan masa depan warga Desa Naga Kesiangan, misalnya dalam soal pendapatan (income). Pengakuan Kades Naga Kesiangan Suprayetno, sungguh mengejutkan, karena ada perbedaan mencolok antara keenam dusun itu dengan Dsn. II. “Kalau di dusun II warganya lebih sejahtera, karena hasil kebun jeruk nipis mereka,” cetus Suprayetno.
Diungkapkan, sejak beberapa tahun belakangan warga Dsn. II Desa Naga Kesiangan, mendapat bantuan bibit, permodalan serta bimbingan penanaman jeruk nipis dari Kebun Gn. Pamela PTPN III. Program Corporate Social Responsibility (CSR) perkebunan itu, diarahkan bagi peningkatan pendapatan warga Dsn. II. Hasilnya, kata Kades itu, saat ini dusun terpencil itu, menjadikan jeruk nipis sebagai hasil utama perkebunan mereka. “Kalau sudah panen, yang mengangkutnya bisa pakai mobil peti kemas,” kata Suprayetno.
Tak sampai di situ, Kebun Gn. Pamela PTPN III berbasis pengelolaan Roundtable On Sustainability Palm Oil (RSPO) serta ISO 14001 juga melakukan pengembangan tanaman hutan di area bantaran sungai, kata Kades Naga Kesiangan itu. “Dalam minggu ini mereka menanam berbagai jenis tanaman hutan di bantaran sungai,” aku Kades itu. Mereka menanam pada areal 50 meter dari bibir sungai Sedangkan pada lahan-lahan yang terlantar, warga diberi kesempatan untuk memanfaatkannya. Pokoknya, Kebun Gn. Pamela PTPN III, diakui Kades itu banyak memberi manfaat pada warga Desa Naga Kesiangan. Beberapa warga desa itu, mengakui keterangan sang Kades.
Tapi, tak demikian halnya dengan keenam dusun yang berbatasan dengan Kebun Pabatu PTPN IV. Warganya, menilai pihak perkebunan tak peduli dengan tetangganya. Poniman, tokoh masyarakat desa itu, mengaku kecewa karena minimnya perhatian Kebun Pabatu terhadap desa itu. Ketua proyek PNPM itu, menyontohkan adanya permintaan warga Dsn. I untuk memanfaatkan areal rawa-rawa yang tak ditanami kebun untuk dimanfaatkan warga. Namun, nyatanya permintaan warga itu tak pernah disahuti. Hingga kini, rawa-rawa itu tak bisa diberdayakan. Padahal, saluran pembuangan air rawa-rawa pada saat musim hujan, mengalir di perkampungan itu. “Itu Cuma contoh, banyak lagi hal lain yang mereka tak peduli,” cetus Poniman.
Kades Suprayetno mengakui hal itu. Menurut dia, Kebun Pabatu PTPN IV sejak lama tidak pernah peduli dengan masyarakat sekitarnya. “Sudah berkali-kali proposal permohonan kami masuk, tak ada yang dicairkan. Padahal, untuk rehab rumah ibadah, atau perbaikan jalan,” cetus Kades itu.
Itu sebabnya, warga enam dusun itu umumnya tidak menunjukkan sikap bersahabat dengan Kebun Pabatu. Misalnya, di sekira awal reformasi, sempat terjadi sengketa lahan antara Kebun Pabatu dengan warga Desa Naga Kesiangan. Namun lahan seluas 200 Ha lebih yang diklaim warga, berhasil dibebaskan kebun dengan cara-cara tertentu.
Minimnya perhatian perkebunan terhadap enam dusun itu, berkorelasi pula dengan kerusakan lingkungan bantaran Sei Padang. Sebagai salah satu akibatnya, warga di Dsn.I dan dusun lainnya menjadikan perbukitan di bantaran sungai serta pasir sungai, sebagai sumber mata pencarian. Diperkirakan, ribuan ton pasir perbukitan di desa itu telah dikeruk, sehingga perbukitan itu menjadi lahan tandus. Bahkan, beberapa usaha galian C juga beroperasi di sejumlah dusun.
Selain itu, bantaran sungai mengalami kerusakan terus menerus. Salah satu penyebabnya, adalah penanaman tanaman semusim pada lahan miring, sehingga rentan terhadap erosi. Dari pantauan, umumnya lahan bantaran dengan kemiringan hingga 70 derajat, ditanami pohon singkong. Akibatnya, banyak lahan penduduk yang hilang karena erosi. “Di sini banyak warga yang punya sertifikat tanah, tapi lahannya tak ada,” ungkap Poniman.
Kades Naga Kesiangan Suprayetno, mengakui andai saja Kebun Pabatu mau memperhatikan kehidupan warga Desa Naga Kesiangan, ke depan akan sangat menguntungkan bagi produktifitas kebun. Warga berharap Kebun Pabatu bisa menyontoh Kebun Gn. Pamela yang memperhatikan warga Dsn. II Desa Naga Kesiangan. “Kadang kami heran, sama-sama perkebunan tapi perlakuannya berbeda satu dengan lainnya,” tandas dia.
Saat ini, PTPN IV tengah berusaha menjadikan Kebun Pabatu sebagai sebagai salah satu kebun andalan meraih RSPO dan ISO 14001. Jika itulah yang jadi harapan, saatnya manajemen Kebun Pabatu PTPN IV lebih care dengan warga Desa Naga Kesiangan. Mereka tidak butuh perhatian lebih, tapi setidaknya bisa menikmati setitik hasil dari palm oil yang tumbuh subur di sekitar kampung mereka. Plus, akan mengurangi tingkat kerusakan bantaran sei Padang di areal kelas I yang kini kondisinya kian memprihatinkan.
LIMBAH KAYU : Pengusaha sawmill membuang limbah kayu begitu saja ke
sungai Padang. Sudahlah merusak hutan, pengusaha ini juga mencemari sungai. Pemkab Sergai sepertinya tak peduli dengan tindakan perusakan lingkungan oleh pengusaha ini. Foto direkam, belum lama ini.
Langganan:
Postingan (Atom)