Selasa, 11 Oktober 2011

PENYAKIT AKAR PUTIH (Rigidoporus microporus) DAN MANAJEMEN PENGENDALIANNYA DI PERKEBUNAN KARET

Penyakit akar putih yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus merupakan penyakit penting di perkebunan karet di Indonesia. Penyakit ini mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar 3.3 triliun rupiah pertahunnnya. Daerah yang tinggi kejadian penyakit akar putih adalah sentra perkebunan karet di Riau, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat. Tingginya kejadian penyakit tersebut disebabkan oleh kondisi agroekosistem yang sesuai bagi perkembangan patogen, kurang baiknya penyiapan lahan tanam, kurang nya upaya pengobatan tanaman sakit, kurangnya pengetahuan dan kesadaran petani tentang penyakit, terbatasnya pendapatan dan kurang tersedianya sarana pengendalian penyakit. Pengendalian penyakit akar putih yang dianjurkan adalah cara pencegahan lebih diutamakan dari pengobatan tanaman Pencegahan penyakit meliputi pemusnahan/pengurangan sumber infeksi (pembongkaran tunggul/sisa akar dengan mekanis, percacunan tunggul, penggunaan jamur pelapuk tunggul, penanaman tumbuhan antagonis dan kacangan, dan penaburan belerang disekitar tunggul) dan perlindungan tanaman (fungisida belerang, kimiawi atau tumbuhan antagonis di pangkal akar tanaman). Pengobatan tanaman dilakukan dengan fungisida kimia dipadukan dengan tumbuhan antagonis untuk menghemat penggunaan fungisida. Pemantauan penyakit secara dini sangat dianjurkan untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman.
Kata kunci : karet, Rigidoporus microporus dan pengendalian


Di perkebunan karet terdapat beberapa jenis penyakit yang sering menimbulkan kerusakan yaitu penyakit akar, batang/cabang dan daun tanaman. Penyakit akar merupakan penyakit yang penting karena berakibat kepada kematian tanaman karet. Ada 5 jenis penyakit akar, tetapi penyakit akar putih yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus merupakan penyakit yang paling penting yang sering mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup berarti
Penyakit akar putih dapat menimbulkan kerusakan di kebun entres, tanaman belum dan telah menghasilkan. Kerusakan berat oleh penyakit tersebut sering terjadi pada tanaman belum menghasilkan. Kematian tanaman oleh penyakit tersebut mengakibatkan rendahnya kerapatan pohon karet per hektar yang berpengaruh langsung terhadap menurunnya produktifitas kebun. Pada beberapa kebun yang terdapat di daerah rawan penyakit akar putih, kerapatan pohon per hektarnya mencapai 50-60 % sehingga terpaksa dilakukan peremajaan.
Penyakit akar putih dapat menimbulkan kerusakan di semua wilayah perkebunan karet Indonesia. Tetapi keparahan penyakit yang ditimbulkannya berbeda antar wilayah tergantung kepada kondisi agroklimatnya terutama kondisi kebersihan kebun dari tunggul dan sisa akar, kondisi bio-kimia-fisik tanah, curah hujan dan topografi (Fox, 1977 dan Wijewantha, 1964). Selain itu keparahan penyakit berbeda di perkebunan karet rakyat dan perkebunan besar. Perkebunan karet rakyat sering mengalami kerusakan yang lebih berat dibandingkan dengan perkebunan besar karena kurangnya upaya pengendaliannya.
Pengendalian penyakit akar putih sulit dilakukan karena memerlukan pengetahuan, waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Terbatasnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya penyakit akar putih, mahalnya biaya pengendalian serta terbatasnya pendapatan pekebun mengakibatkan upaya pengendalian tidak dilakukan. Akibatnya kerusakan atau kematian tanaman makin meningkat setiap tahun. Oleh karena itu perlu disampaikan informasi tentang status, perkembangan penyakit akar putih dan upaya pengendaliannya
Penyakit akar putih menyebar di wilayah perkebunan karet Indonesia. Penyakit ini dijumpai di dataran rendah dan tinggi dan di daerah beriklim basah dan kering dengan keparahan penyakit yang berbeda. Daerah yang sering mengalami serangan skala berat jamur akar putih adalah Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat; serangan skala sedang adalah di Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, sebagian Sumatera Selatan, sebagian Bengkulu dan sebagian Lampung, dan serangan skala ringan adalah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur




Kondisi Sosial Ekonomi Petani dan Sarana Pertanian
Tingginya kejadian penyakit akar putih di perkebunan rakyat berhubungan dengan faktor sosial ekonomi petani dan sarana pertanian. Faktor ini pada umumnya meliputi; (1) masih rendahnya pengetahuan petani tentang penyakit akar putih dan pengendaliannya (2) rendahnya kesadaran petani tentang nilai kehilangan finansil akibat kerusakan oleh penyakit tersebut dengan anggapan bahwa nilai kerugian beberapa pohon rusak akibat penyakit tersebut tidak seberapa, (3) terbatasnya pendapatan sebagian petani untuk membiayai pencegahan dan pengobatan tanaman, (4) kurang tersedianya fungisida seperti belerang dan Bayleton, Danvil atau Anvil di toko/kios pertanian pada sentra perkebunan karet rakyat. Kesemuanya ini mengakibatkan petani tidak melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan apapun terhadap tanaman karetnya yang terkena penyakit tersebut. Akibatnya serangan jamur akar putih pada kebun karetnya lambat laun makin meningkat setiap tahunnya.
Di perkebunan besar, tanaman terserang jamur akar putih pada masa tanaman belum menghasilkan masih jarang ditemukan karena penyiapan lahan dilakukan dengan baik, tunggul dan sisa akar sebagai sumber infeksi disingkirkan. Akan tetapi pada masa tanaman menghasilkan, tanaman terserang tersebut makin banyak dijumpai karena pengobatannya jarang dilakukan dengan alasan biayanya mahal. Akibatnya banyak dijumpai hiaten atau areal kosong ditengah kebun karet





Monitoring atau pemantauan atau pengamatan perkembangan penyakit merupakan komponen yang penting dalam pengendalian penyakit. Tujuan utama monitoring penyakit adalah menemukan tanaman yang terserang dini untuk segera dilakukan tindakan pengobatan. Tanaman yang terserang dini lebih mudah dan cepat disembuhkan dengan resiko kematian yang kecil. Penyembuhan yang lebih cepat dari tanaman sakit akan memperkecil kemungkinan penularan penyakit ke tanaman lainnya.
Serangan dini jamur akar putih ditunjukkan dengan adanya miselia atau rizomorf pada perakaran tanaman tetapi gejala pada tajuk tanaman belum tampak. Dalam stadia ini jamur akar putih hanya menempel di permukaan akar tetapi belum mengakibatkan kerusakan/pembusukan pada bagian kulit atau kayu. Jika pembusukan/kerusakan telah terjadi pada kulit atau kayu, terlihat daun tajuk akan memucat atau menguning, hal ini menunjukkan tingkat serangan telah berlanjut. Dalam kondisi serangan lanjut seperti ini tindakan pengobatan telah terlambat dan resiko kematian tanaman lebih besar. Oleh karena itu pada areal bertunggul pengamatan serangan dini dengan pemeriksaan perakaran terutama pada tanaman muda sangat dianjurkan (Lim, 1978; Basuki,1981; Situmorang dan Budiman, 1990). Tetapi pada areal yang bersih tunggul dan sisa akar pengamatan serangan dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan gejala secara menyeluruh pada tanaman untuk menentukan titik awal infeksi. Apabila terdapat < 1 % tanaman terinfeksi maka pengamatan secara intensif dengan pemeriksaaan perakaran tanaman dilakukan secara keseluruhan tanaman terutama tanaman tetangga yang telah terinfeksi. Pengamatan serangan dini dilakukan mulai pada umur 6 bulan setelah tanam dengan selang waktu 3 bulan sekali selama musim hujan atau minimal 6 bulan sekali pada awal dan akhir musim hujan. Pemeriksaan dilakukan pada keseluruhan tanaman dengan mengerok tanah sedalam 2-10 cm di sekitar pangkal akar. Miselia atau rizomorf akan terlihat pada permukaan perakaran tanaman yang terserang (RRIM, 1974; Lim, 1978; Basuki,1981; Situmorang dan Budiman, 2003). Pengamatan serangan secara intensif juga dilakukan pada tanaman tetangga yang telah ataupun belum diobati dan pada seluruh tanaman di sekitar hiaten. Pada tanaman muda pengamatan intensif dilakukan pada tanaman pertama dekat tanaman terinfeksi sedangkan pada tanaman dewasa dilakukan sampai tanaman ke dua dari tanaman yang telah menunjukkan gejala pada tajuk atau telah terserang lanjut. Pengobatan tanaman sakit Pengobatan tanaman sakit oleh jamur akar putih masih relatif kurang dilakukan khususnya di perkebunan karet rakyat karena alasan biayanya terlalu mahal. Waktu pengobatan tanaman sakit sering dilakukan terlambat yaitu pada waktu serangan lanjut sehingga mengakibatkan rendahnya keberhasilan penyembuhan. Pengobatan tanaman sakit dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida/biofungisida atau dengan tumbuhan antagonis. Beberapa fungisida/biofungisida dan tumbuhan antagonis yang dianjurkan dalam pengendalian penyakit akar putih tercantum dalam Tabel 6. Aplikasinya dilakukan dengan cara pengolesan, penyiraman dan penaburan pada perakaran 6 bulan sekali.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar